AGUS NOOR: SENIMAN DIABAIKAN ITU REALITAS
Penulis kenamaan
Agus Noor menyebutkan kehidupan seniman budayawan diabaikan Pemerintah.
Dia melihat hal ini merupakan kondisi nyata yang dialami mereka.
Kondisi itu diangkatnya menjadi ide cerita ‘Matinya Sang Maestro’.
“Realismenya, realitasnya begitu,” kata anggota tim kreatif ‘Indonesia
Kita’ ini. Lanjutnya,”Sebenarnya tema besar Indonesia Kita tahun ini
mengangkat humanisme. Selama ini ‘kan karya-karya Indonesia Kita
cenderung politik.” katanya ketika diwawancara usai pementasan ‘Matinya
Sang Maestro’ di Jakarta pada Sabtu (12/4).
Dia berpendapat bahwa hal-hal yang membuat seseorang menjadi bangga atas bangsanya justru berangkat dari akar seni kebudayaan.
“Kalau kita ngomong satu, apa yang membuat kita banggsa sebagai
bangsa Indonesia, agar Indonesia Hebat, Indonesia Bisa, Indonesia
Bangkit, Indonesia Bersatu. Kalau berkata begitu, apa yang membuat aku
bangga pada akhirnya? Karya seni kebudayaan ‘kan? Kita bangga dengan
wayang, batik, sebagai warisan dunia.“
Menurutnya, seni kebudayaan ini dihasilkan sosok-sosok inspiratif
yang justru dilupakan. Sosok-sosok inspiratif ini memiliki pengabdian,
komitmen, dedikasi, bereksplorasi, berkarya, tetapi kehidupannya
memprihatinkan.
“Sekali pentas honor 350. Sementara uang dikorupsi (pejabat) banyak.“
katanya sambil membuat perbandingan. “Saya ingin menampilkan sisi itu
pada tahun ini. Tema Indonesia Kita yaitu humanisme, kebudayaan, dan
kemanusiaan.”
Sosok yang dikenal cerpenis ini juga sedang melacak dan melakukan riset seni-seni Bali
non turistik. “Tidak omong pariwisata, tetapi di sana banyak orang yang
tekun, hidup dari wayang dari kampung ke kampung. Menurut aku itulah
sosok inspiratif.”
Dia berpendapat persoalan pengabaian seniman lebih berat dibanding
tekanan terhadap kebebasan berekspresi di bidang seni budaya itu
sendiri. “Ada tekanan, macam-macam, masih bisa diatasi. Kalau politik, seniman makin ditekan semakin bisa mengatasi.”
Agus Noor menuturkan pementasan ‘Matinya Sang Maestro’ ini
menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah mengurus orang lain, yaitu
rakyatnya. Hal ini diakibatkan ketidakmampuan Pemerintah mengatur diri
sendiri. Tetapi disebutkannya bahwa hal itu bukan berarti sikap putus
asa atas keadaan seni budaya di Indonesia. Ini merupakan harapan untuk
Indonesia mendatang yang lebih baik.
‘Matinya Sang Maestro’ yang dipentaskan ‘Indonesia Kita’ ini ingin
menunjukkan ironi bahwa Pemerintah justru memain-mainkan kepentingan
atas kehidupan para seniman sementara mereka seumur hidup justru
diabaikan. ‘Indonesia Kita’ dalam pementasannya merupakan sebuah upaya
menyampaikan gagasan perihal keberagaman dan kebersamaan tentang
Indonesia. Pertunjukan
yang digelarnya merupakan jalan seni dan kebudayaan untuk menumbuhkan
sikap toleran dan menghargai keberagaman sehingga Indonesia dapat
menjadi rumah bersama.
0 komentar: