JADI SENIMAN, JANGAN RINGAN MENTAL!

Kalian seorang yang suka seni? Atau bahkan menggeluti dunia seni? Dan juga ingin menjadi seniman? 

Seseorang yang telah menjadi seniman membutuhkan proses panjang dan waktu yang tidak singkat. Seorang seniman yang benar-benar menjadi seniman, dalam dirinya telah melekat 'dunia seni' yang begitu erat.
Jadi seniman itu gampang-gampang susah. Banyak tantangan, ujian dan rintangan ketika ber-proses untuk menjadi seniman.

Menjalani proses-proses untuk menjadi seniman itulah yang sulit. Kunci utama dalam menjalani proses-proses tersebut yaitu KUAT MENTAL. Mengapa? Karena, ketika kita menjalani dan menekuni untuk menjadi seniman, kritik dan saran pedas kita dapat, ejekan dari orang kita dapat, dan bahkan caci maki dari orang kita dapat. Untuk itu, sesorang yang ingin menjadi seniman harus membiasakan diri dengan hal-hal tersebut. Apalagi ketika, seseorang yang ingin jadi seniman berada pada titik keterpurukan. Dalam artian 'hampir putus asa'. Disinilah 'KUAT MENTAL' harus ditunjukkan. Seseorang yang mengalami keterpurukan harus pandai-pandai membangkitkan kembali mentalnya dan harus kembali bersiap dengan dunia luar.

Memang, seorang yang ingin menjadi seniman, benart-benar membutuhkan kritik, saran, dan pendapat orang lain. Namun kembali lagi, seseorang itu juga harus siap dengan segala kritikan dan juga harus bisa menyaring mana kritik yang perlu diterima dan mana kritik yang tidak perlu diterima.

KUAT MENTAL tidak hanya dibutuhkan saat melewati proses untuk menjadi seniman. Ketika sudah sukses jadi seniman, KUAT MENTAL harus dipertahankan dan juga diperkuat.
Banyak para seniman besar yang telah sukses, namun seketika bisa menjadi seniman yang hancur karena ia tak KUAT MENTAL untuk bertahan menjadi seorang seniman. Kejadian seperti ini, bisa dijadikan sebagai gambaran dan juga bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk orang-orang yang ingin menjadi seniman atau bahkan sudah menjadi seniman. 

-"SENIMAN ITU HANYA ORANG BIASA YANG MAMPU MENCIPTAKAN KARYA YANG LUAR BIASA."-

0 komentar:

JACKSON POLLOCK, PELUKIS KONTENPORER AMERIKA TERNAMA


Jackson Pollock lahir di Cody, Wyoming pada tahun 1912.
Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari pasangan LeRoy McCoy Pollock dan Stella McClure Pollock.
Ayah Pollock adalah seorang petani dan kemudian surveyor. Dalam karirnya sebagai pelukis, Pollock sering menyatakan bahwa panorama lanskap Amerika yang dilihatnya saat masih anak-anak banyak mengilhami karya lukisannya.
Setelah menyelesaikan SMU di Manual Arts High School di Los Angeles, California, Pollock terdaftar sebagai mahasiswa di Art Students League di New York City, di mana dia belajar pada pelukis Thomas Hart Benton.

Di kelas Benton, Pollock belajar dasar komposisi serta dasar melukis. Dia juga mempelajari lukisan mural dan menganalisis karya-karya para maestro terdahulu.
Seniman surealis seperti Miro dan Picasso amat memberi pengaruh pada Jackson Pollock muda.
Pengaruh lainnya datang dari muralis Meksiko, David Alfaro Siqueiros. Pada tahun 1936, Siqueiros mengajar pada lokakarya eksperimental di New York.
Di sanalah Jackson Pollock pertama kali bertemu dan belajar langsung teknik artistik dari Siqueiros.
Pollock terdaftar di Works Progress Administration’s Federal Art Project, sebuah lembaga pelindung seni sehingga dia mampu membiayai hidupnya sekaligus minatnya pada seni.
Dengan tergabung dalam lembaga tersebut, Pollock mendapatkan tunjangan selama hampir delapan tahun sehingga memungkinkannya mengabdikan waktu untuk melukis.
Seiring waktu, karya Pollock menjadi lebih kompleks dan gaya pribadinya mulai berkembang.

Meskipun karyanya semakin matang, Jackson Pollock juga mengalamai masalah pribadi.
Pollock mulai mengalami serangan depresi berulang dan berjuang melawan ketergantungan alkohol.
Saudara Pollock, Charles dan Sandford, juga merupakan seniman yang hidup dengan Pollock dan menyarankannya untuk mencari bantuan.
Pollock lantas mengikuti berbagai terapi psikoanalisis yang kemudian memperkenalkannya pada teori Jung yang akhirnya turut mempengaruhi gaya lukisan Pollock.
Pada kisaran waktu itu Jackson Pollock bertemu artis Lee Krasner yang kemudian dinikahinya.

Krasner melihat potensi dan bakat dalam karya Pollock. Tidak lama kemudian, para patron seni New York juga mulai melihat bakat Pollock yang luar biasa.
Peggy Guggenheim lantas menjadi agen dam patron Pollock. Dia menampilkan karya Pollock di galerinya agar lebih mudah diapresiasi oleh pecinta seni New York.
Jackson Pollock dan Lee Krasner lantas pindah dari New York ke sebuah pedesaan di Long Island.
Kedekatannya dengan alam perlahan mulai mempengaruhi karyanya. Pollock mulai menggunakan warna-warna lebih terang dari saat masih berada di New York.
Disini pula dia mulai mengembangkan teknik menuangkan cat yang terkenal.

Pada tahun 1947, Jackson Pollock banyak diakui sebagai pelukis Amerika kontemporer paling terkemuka.
Namun, pencapaian ini tidak bisa menjauhkannya dari masalah alkohol. Pada tahun 1955, Pollock menyatakan berhenti dan tidak mau melukis lagi. Hubungannya dengan Krasner juga semakin memburuk.
Pada tahun 1956, Jackson Pollock dan satu orang lain tewas dalam kecelakaan karena mengemudi dalam keadaan mabuk.[]

0 komentar:

KISAH TRAGIS VINCENT VAN GOGH


Vincent van Gogh merupakan salah satu seniman paling terkenal sepanjang masa.
Dia lahir di Belanda pada tahun 1853 dan meninggal di Perancis pada tahun 1890 akibat bunuh diri yang dipicu penyakit mental yang dideritanya.
Selama hidupnya, van Gogh memproduksi sekitar dua ribu karya seni termasuk lukisan ikonik Starry Night yang disimpan di Museum of Modern Art di New York City.
Gaya sapuan berani dan penggunaan warna dinamis menjadi ciri khas van Gogh yang mudah dikenali oleh kebanyakan orang yang akrab dengan seni Barat.
Tahun-tahun awal kehidupan van Gogh dihabiskan di Belanda dimana dia bekerja untuk dealer seni.

Namun, kepribadiannya tidak cocok untuk melayani pelanggan sehingga majikannya harus mengeluarkannya.
van Gogh juga pernah sangat tertarik pada agama sehingga pada tahun 1879 melakukan perjalanan ke sebuah desa kecil di Belgia sebagai misionaris.
Sementara berada di sana, van Gogh mulai merekam kehidupan sehari-hari para petani dan pekerja miskin dalam sketsa dan gambar. Melihat bakat yang dipunyainya, saudara van Gogh mendorongnya untuk mendalami seni.
Pada tahun 1880, van Gogh menghadiri Royal Academy of Art di Brussels dan memulai karirnya sebagai seorang seniman.

Di tahun-tahun awal, dia melukis kehidupan sehari-hari dalam palet warna-warna gelap, menghasilkan karya yang hampir tak bisa dikenali bagi orang-orang yang akrab dengan karya van Gogh selanjutnya.
Pada tahun 1886, van Gogh pergi ke Paris, di mana dia bertemu dengan beberapa seniman impresionis dan sangat berpengaruh padanya.
Dia melakukan perjalanan ke bagian lain Perancis. Selama empat tahun ke depan, van Gogh menghabiskan waktu dengan seniman lain dan keluar masuk klinik medis untuk mencari pengobatan penyakit mental yang akhirnya menyebabkan dia menembak dirinya sendiri.
Selain Starry Night, van Gogh menghasilkan sejumlah lukisan terkenal lainnya termasuk The Potato Eaters dan Irises.

Karya van Gogh sering digolongkan sebagai Pasca-impresionis, karena meskipun menggunakan palet kaya warna dan sapuan kuas kuat Impresionisme juga membawa berbagai karakteristik yang berbeda.
Seperti Post-impresionis lain, karya van Gogh berisi bentuk yang terdistorsi, melukis objek yang tidak selalu menyenangkan, menggunakan pilihan warna tak lazim, dan mengungkapkan emosi melalui karya seni.
Selama hidup van Gogh, hanya satu karyanya yang terjual. Baru setelah kematiannya, karyanya menjadi populer dengan banyak kritikus seni abad ke-21 mengapresiasi karya van Gogh sebagai komponen penting sejarah seni Barat.[]

0 komentar:

MUDAHNYA MENIKMATI KARYA SENI

Keterangan gambar: Karya seni semakin membingungkan.

Kini seni memang tidak melulu soal keindahan. Ada karya seni yang menyuguhkan kengerian dan ketakutan dari seniman yang membuatnya, ada pula karya seni yang menghadirkan rasa pilu, bahkan kemarahan. Satu hal yang pasti kita temui pada karya seni adalah kemampuan untuk menggugah perasaan apresiator. Perasaan yang tidak melulu soal keindahan tapi juga mencakup sisi-sisi emosional manusia. Sebelum seorang apresiator memaknai dan memahami suatu karya seni, terlebih dahulu ia merasakan dan mengalami karya tersebut. Bayangkan betapa sulitnya untuk memaknai dan memahami sebuah karya yang tidak pernah kita lihat, dengar, ataupun sentuh. Pemahaman dan pemaknaan baru muncul kemudian setelah indera seseorang dirangsang oleh kehadiran suatu karya.
Karya seni rupa bisa dinikmati oleh siapapun tanpa harus terbebani oleh keharusan adanya pemahaman berdasarkan teori-teori seni yang rumit, hanya saja realita pada tulisan pengantar pameran seringkali menunjukkan hal yang berbeda. Tingginya kompleksitas wacana seni yang biasa diangkat oleh kurator atau pemikir seni adalah hal yang lumrah, mengingat posisi dan tanggung jawab keilmuan yang mereka emban. Wacana tersebut tentunya membutuhkan pemahaman lebih jauh mengenai seni rupa. Masyarakat umum tidaklah terikat oleh tanggung jawab keilmuan layaknya para pemikir seni tersebut, meskipun sebenarnya boleh saja mempelajari ilmu-ilmu seni untuk mendapat pemahaman yang lebih.

"To feel beauty is a better thing than to understand how we come to feel it."
(George Santayana)
 
Seperti yang diutarakan oleh pemikir seni George Santayana, dalam hal mengapresiasi sebuah karya seni rupa, perasaan menjadi faktor yang lebih penting. Seni yang tidak lagi membahas keindahan saja, kini bisa juga menawarkan kengerian dan berbagai ekspresi ekstrim untuk dirasakan pengamat. Biarlah perasaan yang terlebih dulu menuntun persepsi pengamat. Setelah merasakan melalui segenap indera barulah pemahaman dan pemaknaan menyertai proses apresiasi seni. Tanpa ada ketertarikan perasaan pada sebuah karya tidak akan ada keinginan untuk memahami lebih jauh gagasan dibalik sebuah karya seni. Masyarakat umum bisa menikmati seni berdasarkan dengan perasaan yang dirasakan terhadap suatu karya. Interpretasi seni bersifat terbuka, tanpa ada keharusan untuk mengikuti penafsiran yang spesifik dari para pemikir seni. Dengan subyektifitasnya, tiap individu berhak untuk menggagas interpretasinya, hanya saja perlu diingat akan adanya interpretasi yang mungkin lebih baik dari interpretasi diri sendiri.
Jadi apabila kita bingung dan terheran-heran saat melihat sebuah karya, janganlah berkecil hati karena pemahaman kita tidak secanggih dengan pembacaan para pemikir seni. Bahkan pelaku seni profesional pun terkadang masih terbingung-bingung menghadapai karya yang berada di luar kelaziman. Pada akhirnya, apresiator tidak perlu khawatir, mengingat beberapa karya seni akan tetap bisa dinikmati melalui perasaan yang ditangkap pengamat tanpa perlu pemahaman terhadap teori-teori rumit.
Keterangan gambar: Pengunjung MoMA sedang mengamati lukisan Monet.

Referensi:
Santayana, George. 1896. The Sense of Beauty, Charles Scribner's Sons, New York: 11.
Daftar Karya:
1. Dadang Christanto, Wuku Medhangkungan, 2012, Aluminium, enamel, gold Leaf 16 x 24 x 16 cm.
2. Tracey Emin, My Bed, 1998, Mattress, linens, pillows, objects, 79 x 211 x 234 cm.

3. Claude Monet, Reflections of Clouds on the Water-Lily Pond, 1920, Oil on canvas, three panels, Each 6' 6 3/4" x 13' 11 1/4" (200 x 424.8 cm), overall 6' 6 3/4" x 41' 10 3/8" (200 x 1276 cm). Mrs. Simon Guggenheim Fund. © 2008 Artists Rights Society (ARS), New York / ADAGP, Paris.
Sumber Gambar:
1. http://ocula.com/art-galleries/gallerysmith/artworks/wuku-medhangkungan/
2. http://www.saatchigallery.com/artists/artpages/tracey_emin_my_bed.html
3. http://photos.tetto.org/4177/

0 komentar:

POSISI SENI RUPA INDONESIA DI MATA MUSEUM

Keterangan gambar: Karya ini dapat dihubungkan
 dengan kesenian tradisional maupun seni rupa barat.1

Mendirikan sebuah museum seni Indonesia, cepat atau lambat tentu akan berhadapan dengan persoalan posisi seni rupa Indonesia. Hal ini tak lepas dari fungsi museum seni sebagai perekam kejadian ataupun karya yang memiliki posisi penting bagi masyarakatnya. Museum seni, untuk itu, menjadi representasi ingatan kolektif mengenai seni dari masyarakat yang mengusungnya. Ingatan kolektif tersebut melalui kesepakatan bersama lantas menjadi sejarah yang sah. Intinya, museum seni tidak akan bisa lepas dari sejarah seni.

Penelusuran sejarah seni Indonesia sudah beberapa kali dilakukan oleh para sejarawan seni dari luar maupun dalam negeri. Beberapa penulisan dimulai dari Raden Saleh, beberapa yang lain memulainya dari S. Sudjojono dengan cakupan yang lebih spesifik (seni rupa modern indonesia). Keduanya sama-sama memulai penelusuran dari sebuah bentuk kesenian yang sangat populer: Seni Lukis, dengan cat minyak dan kanvas. Seni lukis yang seperti ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan tradisi kebudayaan asing (barat) pada masa itu. Baik Raden Saleh maupun S. Sudjojono  telah menghasilkan karya seni yang, mau tidak mau, memiliki sebuah hubungan langsung dengan kebudayaan barat. Jika kita kembali ke persoalan sebuah museum seni yang tak lain adalah sebuah institusi sejarah, perlu kita renungkan; dimana sebenarnya posisi seni rupa Indonesia?
Alih-alih mempertanyakan "ke-Indonesiaan" Raden Saleh ataupun S. Sudjojono, mari kita bahas sebuah topik yang lebih luas. Membahas posisi seni rupa Indonesia yang pada mulanya punya kaitan erat dengan kebudayaan barat (seni lukis) akan berujung pada pembahasan mengenai posisi seni rupa barat itu sendiri. Dimana kiranya posisi seni rupa barat dalam "rekam jejak" yang dilakukan oleh museum seni Indonesia. Apakah jika Raden Saleh ataupun S. Sudjojono diposisikan sebagai pelopor seni rupa Indonesia, maka tidak ada yang lebih dulu dari mereka karena mereka menempati posisi pertama? Jika medium kekaryaan (seni lukis) Raden Saleh dan S. Sudjojono turut dipengaruhi oleh kesenian dari barat, maka kesenian barat tersebut mau tidak mau harus disertakan kedalam pencatatan sejarah seni rupa Indonesia.
Pada tahun 1929-1943 MoMA, museum seni rupa modern di Amerika, dikepalai oleh Alfred Barr. Pada masa ini Barr menetapkan cara pemaparan informasi historis oleh museum seni bagi semua pengunjung, baik masyarakat awam maupun para seniman. Hal ini menjadikan MoMA sebagai museum percontohan yang diikuti oleh berbagai museum seni lainnya di Amerika. Melalui pameran Cubisme and Abstract Art (1936), Barr menyajikan sebuah pemetaan kronologis tentang perkembangan seni abstrak pada masanya. Sebuah pemaparan kronologis sudah biasa ditemui pada museum arkeologi ataupun sejarah, namun untuk museum seni saat itu, hal ini menjadi sesuatu yang baru.
Keterangan gambar: Cubism and abstract art.2
Bagaimana jika museum seni di Indonesia memetakan seni rupa Indonesia layaknya diagram Barr diatas? Dalam diagramnya, Barr membedakan seni rupa barat (berwarna hitam) dangan seni rupa non barat (berwarna merah). Dalam peta kronologi seni rupa Indonesia, seni rupa barat bisa saja diposisikan sebagai sebuah agen “asing” menggunakan warna yang berbeda (seperti warna merah dalam diagram Barr). Diagram ini bisa menggambarkan hubungan antara seni rupa Indonesia dengan seni rupa Barat sekaligus membedakannya. Pada akhirnya seni rupa Indonesia akan diposisikan sebagai “turunan” dari seni rupa barat, karena datang setelahnya. Ini tentu akan memicu sebuah perdebatan lainnya mengenai seni rupa tradisional Indonesia. Dimana posisi seni rupa trdisional Indonesia?
Kalau sudah sampai pada pertanyaan soal seni tradisi, izinkan saya kembali ke judul artikel ini; Dimana posisi seni rupa Indonesia, setelah seni rupa barat atau seni rupa tradisional? Apakah nantinya sebuah museum seni rupa Indonesia juga mengumpulkan karya seni rupa barat yang mempengaruhi seni rupa Indonesia secara langsung ataukah malah seni rupa tradisional yang dikoleksi? Persoalan inilah yang hendak saya utarakan. Menentukan posisi seni rupa indonesia akan berdampak pada cara pandang kesejarahan yang hendak diusung oleh suatu museum seni rupa Indonesia.
 
Daftar Gambar Karya:
1. Haryadi Suadi, Lingga dan Yoni, 120 x 100, akrilik di atas kanvas, 2008
Sumber Gambar:
1. http://sahabatgallery.wordpress.com/2008/12/28/drs-haryadi-suadi/
2. Alfred H. Barr, Jr. Cubism and Abstract Art (New York, 1936). Book Jacket

0 komentar:

Karya Seni atau Seniman: Mana yang penting?

"There really is no such thing as Art. There are only artists."
 


 (Gombrich 1984: 4)
Keterangan gambar (dari kiri ke kanan): Portrait of the Artist as He Will (Not) Be1 (2011) dan Foto Evan Penny dan patung buatannya Old Self, Variation #12 (2010) © Evan Penny 2012

Sebagai insan yang kreatif, seniman berkreasi untuk menghasilkan karya atau kegiatan yang bernilai untuk masyarakat. Seniman berperan untuk menyediakan hal-hal di luar kelaziman yang mampu memperluas wawasan apresiator.
Lantas apa yang bernilai dari aktivitas seorang seniman dalam berkreasi? Apakah produk akhir yang dipamerkan kemudian yang bernilai, ataukah barangkali gagasan dan pemikiran sang seniman yang melatarbelakangi karya tersebut? Jauh-jauh hari, Ernst Gombrich pernah menyatakan bahwa tidak ada yang namanya seni. Yang ada hanyalah para seniman. Tanpa harus mengimani pernyataan sang pemikir seni tersebut, kita bisa mempertimbangkan kembali pentingnya posisi seniman dalam menentukan nilai seni rupa.
Persoalan nilai dalam seni rupa akan mengacu pada dua jenis nilai, yaitu nilai yang kuantitatif dan yang kualitatif. Untuk membahas apresiasi nilai yang bersifat kuantitatif ada sedikit kesimpangsiuran yang disebabkan terbatasnya pembacaan yang mengarah pada hal ini (juga terbatasnya pihak yang mau membaca). Terkait mekanisme pasar, ilmu ekonomi lebih mampu menjabarkan fenomena ini daripada ilmu-ilmu seni rupa sendiri yang cenderung enggan untuk menilai secara kuantitatif, terlebih dengan nilai materi (uang). Hal ini dengan jelas terangkum pada pernyataan Don Thompson, penulis buku The $12 Million Stuffed Shark.
 
"Money complicates everything in contemporary art, and affects every observer."
(Don Thompson)
 
Meski masih rancu untuk menetapkan nilai kuantitatif dari karya yang dihasilkan seniman, kita tentu bisa menyepakati adanya sebuah nilai yang kualitatif. Pertama-tama ada nilai yang diberikan untuk menghargai hasil daya cipta seorang manusia. Kemudian diberikan pula nilai untuk menghargai gagasan dan “cerita” di balik suatu karya. Tidaklah mudah untuk menjabarkan sebuah nilai yang bersifat kualitatif, terlebih lagi jika belum ada kesamaan persepsi mengenai sumber dan tolak ukur dari nilai tersebut.
Apa yang diapresiasi dari sebuah karya seni? Apresiator boleh saja menghargai keahlian maupun kesempurnaan bahan-bahan yang menyusun sebuah karya, mengingat dalam seni rupa kontemporer ada yang menggunakan permata dan logam mulia untuk membuat karya. Tapi apakah keahlian dan permata yang membuat sebuah karya demikian dihargai? Keduanya tak jauh berbeda dengan apa yang dimiliki para perancang dan pengrajin perhiasan. Seorang seniman bisa dinilai dari unsur fisiknya (bahan dasar karya) seperti halnya pengrajin ataupun unsur intelektualnya (gagasan di balik karya) seperti halnya perancang.
Keterangan gambar (dari kiri ke kanan): Beberapa karya seni yang menggunakan permata dan logam mulia; For the Love of God3 karya Damien Hirst dan Luxury Crime4 karya agus Suwage.
Proses pembuatan suatu karya seni tidak mesti dilakukan oleh seorang seniman secara langsung. Seniman bisa saja merancang sebuah karya tanpa terlibat sama sekali dalam proses pembuatan karya tersebut. Seniman bisa saja hanya “mengawasi” apa yang dibuat oleh para artisan yang membantu mereka. Hal ini menjadikan karya seni sebagai karya intelektual, bukan karya kerajinan atau keahlian yang lazim ditemui dalam proses produksi seorang pengrajin. Sebagai pengagas karya, seniman merupakan individu yang dihargai berdasarkan kemampuan intelektualnya layaknya seorang ilmuwan. Kalau sekedar ingin terpukau oleh keindahan dan keahlian pembuatan sebuah karya, apresiator cukup mengapresiasi karya-karya kerajinan. Sebagai karya intelektual, karya seni tidak hanya dihargai aspek fisiknya, tapi juga gagasannya.
Keterangan gambar: Ai Weiwei mengerahkan 1600 tenaga kerja untuk membuat karyanya5.
Arus besar pemikiran postmodern telah mendemokrasikan gagasan pada sebuah karya seni. Kini, suara seniman mengenai gagasannya tidak mesti menjadi suara yang paling benar. Tidak jarang suara seniman “kalah nyaring” dengan wacana dan teks kuratorial pengantar pameran. Untuk menyebut sebuah karya seni diliputi gagasan intelektual, mungkin akan langsung diikuti oleh pertanyaan; “Intelektual-nya siapa? Kurator? Penulis seni?”Kini, untuk mengapresiasi gagasan intelektual yang meliputi suatu karya, apresiator akan menemui persoalan yang sama saat mengapresiasi bahan atau keahlian yang terlibat dalam pembuatan karya. Buatan siapa? Gagasan siapa?
Seni rupa terus mengalami perubahan dari praktik yang sarat akan nilai kebendaan menjadi sarat akan nilai intelektual, dan mungkin ke depannya justru akan condong pada nilai identitas dan kepribadian seniman itu sendiri. Tentunya identitas dan kepribadian di sini, berbeda dari apa yang pernah marak disuarakan oleh seniman pada dekade 80-an. Tidak juga seperti pencarian identitas nasional ala S. Sudjojono dan seniman PERSAGI di era kemerdekaan. Di era global, yang memungkinkan seorang seniman untuk mengikuti program residensi di luar negeri (melampaui batasan ideologi dan budaya), seniman membawa diri mereka masing-masing kepada kelompok yang lain. Sulit bagi seniman untuk mengatasnamakan ideologi/golongan/kelompok budaya di era informasi yang serba plural dan majemuk. Untuk mengatasnamakan Indonesia, misalnya, seniman akan berhadapan dengan pertanyaan “Indonesia yang mana? Jawa? Bali? Islam? Hindu?...(dan seterusnya, dan seterusnya)”
Sebuah karya seni rupa bisa saja mengandalkan keahlian para artisan, para pengrajin yang ahli dalam mengolah material tertentu. Karya seni rupa bisa juga mengedepankan wacana yang dikemukakan oleh para kurator, estetikus, maupun sejarawan seni. Pada akhirnya tetap tidak bisa dipungkiri, yang tidak tergantikan adalah identitas nama sang seniman yang mendahului  judul suatu karya. Apresiator bisa menggeser sudut pandang yang sebelumnya terfokus pada obyek karya menjadi terfokus pada subyek yang membuatnya.
Apakah sosok seniman bisa diposisikan layaknya sebuah brand? Mungkin saja, mengingat pada karya-karya seniman besar ada nilai identitas yang berhasil ditawarkan kepada publik. Apresiator seni yang dengan mudahnya menanggapi sebuah karya sebagai “keaffandi-affandian”,” kemasriadi-masriadian”, atau bahkan “keGSRB-GSRBan”, membuktikan keberhasilan seniman tersebut untuk menawarkan (atau membayang-bayangi) publik akan identitas/brand mereka.

Daftar Karya:
1. Evan Penny, Portrait of the Artist as He Will (Not) Be, 2011, black and white photograph, 132 x 160 cm.
2. Evan Penny, Old Self, Variation #1, 2010, Silicone, pigment, hair, fabric, aluminum, 76 x 86 x 59 cm.
3. Damien Hirst, For the Love of God', 2007, Platinum, diamonds and human teeth, 171 x 127 x 191 mm | 6.8 x 5 x 7.5 in.
4. Agus Suwage, Luxury Crime, 2007-2009, Stainless Steel, gold-plated brass, and rice, 124 x 77 x 52 cm.
Sumber Gambar:
1 & 2. www.evanpenny.com.
3. Photographed by Prudence Cuming Associates © Damien Hirst and Science Ltd. All rights reserved, DACS 2012.
4. Dokumentasi art stage Singapore.
5. “Ai Weiwei: Sunflower seeds.” Tate. Tate, 13 oktober 2010. Web. diakses 16 Agustus 2013. (http://www.tate.org.uk/context-comment/video/ai-weiwei-sunflower-seeds).

0 komentar:

SEBENARNYA SENIMAN TIDAKLAH SEBATANG KARA

Kalau anda seorang mahasiswa seni rupa atau orang yang tertarik mencicipi berkecimpung dalam dunia seni rupa dan anda ingin jadi seniman, maka cukup beruntunglah anda.  Jika anda minimal mengharap ketenaran dan kelimpahan materi, seniman punya potensi yang besar untuk mendapat dua hal tersebut.

Kelimpahan materi tentu bisa didapat seorang seniman dari karyanya. Bila karyanya diminati oleh publik dan segelintir dari publik tersebut mau dan mampu untuk memiliki karya tersebut, maka jerih payah seniman pun berbalas dengan pundi-pundi rupiah (bisa juga dollar, euro, dsb). Kemudian bila publik peminat karyanya terus bertambah, menjadi lumrah pula bila harga karya sang seniman pun perlahan makin meningkat. Bahkan, belakangan banyak contoh kasus, misalkan anda seorang seniman, harga karya anda bisa melejit dalam waktu yang relatif singkat (dalam hitungan beberapa tahun saja) meski anda adalah seorang seniman yang baru menginjakkan kaki dan dengan rikuh serta mangu-mangu masuk ke tengah-tengah panggung seni rupa.

Sisi lain dari hal di atas, seorang seniman pun memiliki potensi untuk meraih ketenaran. Lampu sorot dalam panggung seni rupa senantiasa diarahkan pada sosok seniman. Lihatlah pameran-pameran, award, katalog, majalah seni rupa atau website seni rupa misalnya. Contoh yang paling ‘epik’ tentulah di dalam buku-buku sejarah seni rupa, anda akan menemukan pembahasan deretan karya seni –beserta nama senimannya tentu saja. Hal ini menjadi masuk akal karena bagaimanapun objek utama dalam dunia seni rupa tentu saja adalah karya seni, baik itu dalam pembahasan jual-beli, penelitian akademik atau kritik misalnya dan faktor utama serta penting di balik sebuah karya seni tentu saja adalah sosok seniman sebagai sang kreator. Maka membahas karya seni, mau tidak mau akan bersangkut paut dengan pembahasan sang seniman.

Panggung seni rupa, boleh jadi memang ruang pentas bagi sang seniman. Pameran digelar, ratusan tamu diundang “hanya” untuk melihat hasil penemuan, pernyataan seniman –itulah karya seni. Kompetisi, award atau penghargaan dihelat untuk manandai pencapaian –boleh karir ataupun ungkapan karya- seniman. Artikel-artikel dalam majalah atau buku-buku seni rupa ditulis untuk mengungkap segala misteri di balik sosok seniman dan penciptaan karyanya. Dan jangan heran bila pada suatu saat, seniman bisa nampak bak selebriti di atas panggung seni rupa –sosok paling dicari dan dinanti.
Sekarang, boleh jadi anda jadi berpikir bahwa itu semua adalah hasil jerih payah dan peras keringat anda sebagai seniman. Tentu saja, meski tidak 100% seluruhnya. Mungkin pada proses di dalam studio, proses di mana pencarian ide kemudian diwujudkannya ide menjadi sebuah artefak karya seni, seniman akan benar-benar kerja keras di dalamnya dan boleh jadi tidak satupun orang lain yang terlibat. Namun kondisi kemudian berbeda ketika karya telah selesai dan keluar dari studio seniman.

Misalnya, dalam gelaran pameran seniman tak lagi bekerja sendiri, di situ ada galeri yang menyediakan ruang dan mengundang para tamu, mungkin ada pula kurator yang berperan merumuskan tema, mengatur display karya dan menghantarkan karya seniman kepada publik. Lalu ada pula publik atau apresiator yang datang untuk melihat, menikmati dan mengapresiasi karya. Beruntung bila karya seniman terjual dan dalam hal ini tentu saja ada pula keterlibatan kolektor. Kehadiran kolektor juga tidak lepas dari galeri yang berusaha untuk mempublikasikan dan mempromosikan pameran-pameran yang digelar di tempat mereka atau kita bisa juga menemukan peran macam ini pada art dealer. Promosi juga seringkali terjadi di antara para kolektor, sehigga dengan begitu bisa sangat mungkin karya-karya seorang seniman menjadi koleksi beberapa kolektor sekaligus. Tetang publikasi pameran dan karya seniman, bisa pula pelakunya adalah para penulis ataupun para wartawan kebudayaan di surat kabar-surat kabar maupun majalah seni. 
Keterangan gambar: Pameran tidak harus dikerjakan sendiri, bisa juga mengandalkan partisipasi dari pihak-pihak lain.1
Banyak lagi pihak lain yang mungkin terlibat dalam penyebaran karya setelah keluar dari studio sang seniman, kita masih bisa menyebut balai lelang atau kritikus. Bahkan kita tidak bisa mengingkari peran yang terjadi sebelum adanya karya, seperti yang diperankan oleh para penjual alat-alat seni, pembuat kanvas dan lain sebagainya. Mekanisme-mekanisme macam ini, juga peran-peran tiap pihak di atas mengingatkan pada pendapat Howard S. Becker, dimana ia menyebut bahwa dunia seni rupa adalah semacam jejaring organisasi sosial yang mendukung dan berpartisipasi dalam produksi dan konsumsi karya seni.
Begitulah..., jika anda memang berkeinginan menjadi seorang seniman, maka kejarlah keinginan tersebut. Karena keinginan tersebut sangat boleh  jadi merupakan sesuatu yang memiliki potensi dan prospek yang baik, meski tentu saja ada syarat yang menyertai; anda harus bekerja keras dan terus berusaha untuk mencipta karya yang baik dan dapat diterima semua pihak dalam dunia seni rupa. Dan bila anda merasa grogi ketika pertama kali menginjakkan kaki di atas panggung seni rupa, bayangkanlah berapa banyak orang menemani anda dari belakang panggung –mereka yang membantu menyiapkan panggung yang anda injak. Sedangkan nanti, ketika anda sudah berada di atas panggung seni rupa dengan perasaan yang tidak lagi rikuh dan mangu-mangu, ada baiknya anda ingat bahwa sang seniman tidaklah sebatang kara...
Keterangan gambar: Kerja sama boleh saja asal jangan kerja paksa.2

Referensi:
Howard Becker, Artworlds (Berkeley: University of California Press, 1982), hlm. x.
Sumber Gambar:
1. http://articles.latimes.com/2010/apr/04/nation/la-na-hometown-new-york4-2010apr04 (Justin Lane / European Pressphoto)
2. http://nymag.com/arts/art/rules/poaching-2012-4/

0 komentar:

SISI LAIN DARI SERORANG SENIMAN "ADOLF HITLER" YANG PATUT DIKAGUMI

1. Adolf Hitler tak Melulu Horor


Dunia mengenalnya sebagai diktaktor keji. Namun dalam foto-foto langka berikut ini, Adolf Hitler sama sekali tak menampilkan kesan menyeramkan. Sebagai tukang foto pribadi pemerintah Jerman, Hugo Jaeger memperoleh kesempatan langka untuk mengabadikan momen penting saat kebangkitan pemerintah fasisme di negara itu.
Ia mendapat akses untuk menjepret Hitler saat melakukan kampanye keliling Eropa. Juga saat-saat ia sedang intim dengan para kolega.

Seperti dalam sebuah foto yang dimiliki majalah Life dan dilansir Daily Mail, terlihat pria yang dijuluki die fuhrer ini tersenyum agak sedikit malu karena dikerumuni para siswa Austria. Foto-foto berwarna ini amat langka. Jaeger adalah salah satu pakarnya, pada masa itu. Sebagaimana dikutip Life, Hitler pernah berkata pada Jaeger, â€Å“Masa depan milik fotografi berwarna.

Kisah fotonya sendiri juga unik. Jaeger sempat ketakutan saat rumahnya digrebek tentara Amerika, yang sudah sempat mengambil kopor tempatnya menyembunyikan salinan foto. Ia khawatir foto itu akan dimusnahkan. Namun, serdadu Amerika lebih tertarik dengan sebotol minuman cognac. Jaeger menyembunyikan lagi karyanya di wadah kaca, di luar kota dan akhirnya menjualnya keLife pada 1965 lalu.

Foto lainnya menunjukkan Hitler sedang santai bersama seorang wanita. Kemudian saat ia tampak gembira dihadiahi sebuah mobil dari Ferdinand Porsche, pengusaha Austria.

2. Adolf Hitler mempunyai selera seni yang bagus

http://anehdidunia.com

Apa yang dilakukan seorang diktator saat senggang? Orang hanya tahu Adolf Hitler dari upayanya menciptakan perang. Namun seperti apa caranya bersantai? Beberapa foto yang tak pernah beredar, seperti dimuat Daily Mail, menunjukkan Hitler ternyata memiliki selera yang bagus.
Foto-foto tersebut dijepret oleh Hugo Jaeger yang bekerja sebagai salah satu fotografer pribati Hitler, peroode 1936-1945. Jaeger mendapat akses untuk mengabadikan momen-momen pribadi pemimpin yang dipanggil die fuhreroleh para pengikutnya itu.

Mulai dari furniture pilihannya, patung-patung yang dipajang hingga lukisan. Termasuk yang berada di apartemen Hitler di Berlin. Hitler terobsesi dengan arsitektur besar serta monumen raksasa yang mengundang decak kagum dari pengunjungnya. Tak hanya foto-foto rumah, Jager juga menjepret Hitler sedangbersantai bersama istri politisi di rumahnya di Upper Bavaria, sekitar 1930-an.

3. Lukisan Hitler Laku Rp378 Juta 

http://anehdidunia.com

Lukisan karya Diktator Nazi Adolf Hitler yang dibuat pada 1913 lalu, laku 32 ribu euro atau sekitar Rp378 juta dalam sebuah pelelangan.
Lukisan itu lakukan dilelang di Slovakia, melalui internet oleh rumah lelang Darte, pada Minggu (29/1). Harga awal lukisan bernama Maritime Nocturno̢۪ itu 10 ribu euro. Pakar lukisan dari Darte, dilansir Straits Times, menyatakan lukisan itu nilainya 25 ribu euro. Lelang online ini berlangsung secara tertutup.

Lukisan ditawar oleh keluarga pelukis Slovakia yang tak dipublikasikan namanya dan mungkin pernah bertemu Hitler secara langsung saat masih menjadi pelukis pada awal abad 20 di Wina,†kata pemilik Darte, Jeroslav Krajnak.

Lukisan Maritime Nocturno bergaya mixed-media, menggambarkan bulan purnama di kegelapan malam yang berada di atas laut. Cahaya bulan terpantul dengan indah di atas permukaan laut.

4. Adolf Hitler Pernah Bercelana Pendek

http://anehdidunia.com

Pernah lihat Adolf Hitler pakai celana pendek? Penampilan itu terdapat di salah satu dari sekian banyak foto-fotonya yang belum pernah dirilis, seperti berikut ini. Foto-foto ini diambil pada 1920-an, menampilkan pemimpin Nazi ini dalam berbagai pose. Lengkap dengan tampang dan gerakan aneh, seakan berlatih sebelum pidato kepada rakyat Jerman.
Pria yang mengambil foto-foto tersebut, dilansir Daily Mail, adalah fotografer pribadinya, Heinrich Hoffmann. Ia ingin menunjukkan pada Hitler, bagaimana ia nantinya akan dilihat oleh rakyat.

Saat masih hidup, Hitler sendiri yang melarang foto tersebut dirilis. Seperti salah satunya, foto mengenakan celana pendek dan sedang bersandar di sebuah pohon. Hoffmann menyimpan foto tersebut di studionya hingga perang berakhir dan kemudian tersimpan di berbagai arsip.

Ia kemudian menerbitkan memoarnya yang kurang populer, Hitler Was My Friend, pada 1950-an. Kini, buku itu diterbitkan versi bahasa Inggris-nya.

5. Hitler Punya Anak Rahasia di Prancis?

http://anehdidunia.com

Seorang pria Inggris membongkar buku harian yang ditulis ayahnya, seorang tentara Inggris saat Perang Dunia II. Isinya membuat ia terkejut. Yakni klaim bahwa Hitler punya putra yang tinggal di Prancis.
Selama beberapa dekade, buku itu tersimpan di kardus bersama barang-barang lainya milik mendiang seorang insinyur yang ikut berperang membela Inggris, Leonard Wilkes. Putra Leonard, Alan (72), menunjukkan diary yang ditulis ayahnya itu.

Diary itu tersimpan di kotak. Saya bahkan hendak membuangnya. Tapi terkejut saat membacanya. Ayah tak pernah menceritakan tentang perang kepada saya hingga akhir hidupnya. Jadi, saya tak tahu ia punya diary itu,†paparnya, dikutip Daily Mail. Alan tak tahu diary itu akan menjadi lebih berharga lagi setelah klaim dari majalah Prancis, Le Point, bahwa Hitler kemungkinan memiliki putra saat mengabdi sebagai tentara dan ditempatkan di Prancis, pada masa Perang Dunia I.

Diary Leonard merupakan bukti tertulis mengenai Jean-Marie Loret asal Prancis, yang hingga ajalnya meyakini diktator Nazi Adolf Hitler adalah ayahnya. Alan ikut maju, mendukung klaim Loret mengenai hubungan ibundanya dan Hitler yang masih kopral muda asal Jerman, pada Perang Dunia I.

Leonard adalah salah satu serdadu pertama yang mendarat di pesisir Normandy saat D-Day, Juni 1944. Ia terus menulisnya selama berjuang membebaskan Prancis. Diantaranya memuat dugaan hubungan Hitler dan Charlotte Lobjoie, musim panas 1917.

Pada 30 September 1944, Leonard berkisah mengenai hari yang dianggapnya menarik. Ia berkunjung ke rumah tinggal Hitler saat masih kopral dan bertemu perempuan yang melahirkan putra Hitler. Si perempuan berkata, anaknya saat itu bertempur membela Prancis dan melawan Jerman.

Loret lahir pada Maret 1918 dan baru diceritakan oleh ibunya mengenai sang ayah, sesaat sebelum perempuan itu meninggal dunia pada akhir 1950-an. Loret meninggal dunia pada 1985 dalam usia 67 tahun, tanpa pernah membuktikan apakah benar Hitler ayahnya. Lobjoie menyerahkan putranya kepada keluarga Loret untuk diadopsi pada 1930-an. Loret kemudian tahu ada pejabat militer Jerman yang memberikan uang kepada ibunya saat Perang Dunia II. Sepeninggal ibunya, ia juga menemukan sebuah lukisan di loteng rumahnya, dengan tanda tangan Hitler.

6. Hitler Punya Rumah di Los Angeles

http://anehdidunia.com

Mendiang diktator Nazi Adolf Hitler ternyata memiliki rumah di Los Angeles, Amerika Serikat (AS). Rencananya, rumah itu akan menjadi tempatnya menikmati kemenangan perang. Hitler begitu percaya skenario Nazi yang akan memenangkan perang dan menguasai dunia, sehingga simpatisannya di Amerika rela menggelontorkan jutaan dolar membangun tempat yang siap menampung die fuhrer.
Seperti diberitakan Daily Mail, tempat itu ditenagai mesin diesel dan memiliki tangki air berkapasitas 375 ribu galon. Terdapat lemari pendingin raksasa untuk menyimpan daging serta 22 kamar tidur. Bahkan, ada pula bunker antibom di tempat yang tadinya dijaga ketat itu.

Rumah ini juga direncanakan untuk komunitas fasisme di Hollywood yang berharap bisa selamat dari perang. Beberapa rencana meneruskan pembangunan banyak yang belum terlaksana. Seperti konstruksi lima perpustakaan, sebuah kolam renang, ruang makan dan gymnasium.

Semua uang yang digunakan berasal dari Jerman. Rencana ini gagal total setelah tragedi pemboman Pearl Harbor di Hawaii oleh Jepang pada 1941. Amerika ikut terlibat dalam Perang Dunia II. Polisi menggerebek tempat itu dan menahan puluhan penganut fasisme yang sudah menghuninya.

Kini, tempat itu terbengkalai dan dindingnya dipenuhi lukisan grafiti. Buldozer tampak diparkir tak jauh, hendak meratakannya agar bisa menjadi tempat piknik untuk para hikers. Tak lama lagi, bagian dari sejarah Amerika ini akan terlupakan.

Padahal, tempat yang dekat dengan rumah sutradara ternama Steven Spielberg itu bak magnet bagi sejarawan, seniman, orang-orang penasaran dan Nazi jaman modern. Kabarnya, novelis Henry Miller sempat tinggal di rumah itu.

Rumah ini dibangun oleh Silver Shirts, kelompok fasisme pada 1930-an yang mendapatkan nama mereka dari organisasi grass root Hitler, Brown Shirts. Fasisme di Amerika sempat bangkit pada masa Great Depression 1930-an silam dan Silver Shirts dikenal sebagai yang paling fanatik
 
sumber: http://www.anehdidunia.com/2013/06/fakta-tersembunyi-adolf-hitler.html

0 komentar:

Seniman Salvador Dali, Gila atau Jenius?

Nama Salvador Dali sudah saya kenal sejak kecil. Kumis aneh dan uniknya, hasil karyanya yang selalu membuat jidat berkerut, mulut antara terbuka dan berdecak, membuat saya pengagum berat seniman asal Spanyol ini. Ide yang disalurkan menjadi olahan seni melalui tangannya yang mencengangkan kerap membikin orang menganggapnya setengah gila.
Benarkah dirinya gila seperti yang digosipkan banyak kalangan? Bagi saya, seorang seniman memang seringnya nyerempet ke arah nyentrik. Dari mulai pakaiannya, gaya hidupnya sampai cara bicaranya pun kadang unik. Mungkin karena itulah mereka jadi kaya dengan ide cemerlang? Cara pikirannya yang tak hanya hitam putih tapi penuh corak warna yang terbendung dibenak hingga saat tersalurkan  ke dalam sebuah obyek, menghasilkan sebuah karya indah, aneh, unik hingga membingungkan.

Dali bagi saya memiliki semuanya. Paduan antara keindahan dan keajaiban yang membingungkan namun asyik sekali dinikmati antara kenyataan dan khayalan. Tak hanya saya yang dibuat penasaran ingin mengunjungi teater-museum Dali, tapi anak sulung kami, Adam rupanya sudah mengincar sejak rencana awal liburan musim dingin kami. Jadilah dari Barcelona kami menuju Figueres, Spanyol. Hanya satu setengah jam atau sekitar 130 km. Kota ini juga dekat dari Perancis, dari kota saya Montpellier hanya membutuhkan waktu sekitar dua jam. Herannya museum Dali dan kota Figueres tak pernah tersirat untuk disinggahi, baru kali itulah kami berkesempatan. Itu pun atas permintaan anak kami.
Teater museum Dali diresmikan bulan September 1974. Teater museum Dali dibangun atas keinginan si seniman surealis itu sendiri. Dimana di kota inilah seniman berkumis  unik yang membuatnya terkenal ke seluruh dunia berkat bulu hitam berdiri melintang di mulutnya itu dilahirkan dan mengembuskan napas terakhirnya.

Teater museum Dali menyajikan sebuah pengalaman unik, memungkinkan kita untuk mengamati  hidup dan menikmati hasil karya dari pemikiran si jenius Salvador Dali. Seniman yang telah dikaruniai darah seni sejak balita dan telah melakukan pameran di usianya yang ke tiga belas tahun dengan mendapatkan pujian dari dua kritikus tersohor, menyatakan mengenai teater museum hasil karyanya.
“Jelas dunia lain itu ada, pasti, tapi seperti yang pernah saya katakan berulang kali, dunia lain tersebut berada di dunia kita, mereka hidup di bumi lebih tepatnya di tengah kubah Museum 

Dali, di mana adanya dunia baru tak terduga dan luar biasa, dunia surealisme.”
Pernyataan itu membuat dirinya dianggap gila. Memang bila kita mendatangi tempat ini, sulit menangkap sampai dimana titik akhir dari idenya akan tumpul. Mengapa dinamakan teater museum? Karena memang dibangun di sebuah bekas teater yang telah diabaikan akibat termakan api saat perang sipil Spanyol tahun 1939. Adapun Dali merasa bangunan itu mewakili citra dirinya.
Ini alasannya. “Pertama karena saya adalah pelukis amat sangat teater (bersandiwara, berlebihan), kedua karena bangunan teater ini terletak tepat di depan gereja tempat saya dibaptis dan ketiga karena pertama kalinya saya melakukan pameran adalah di salah satu ruangan teater ini saat usia saya tiga belas tahun."

Atusiasnya begitu berapi saat hasratnya untuk menciptakan bangunan untuk menyimpan hasil karyanya disetujui oleh pemerintahan setempat. Selama sepuluh tahun, Dali bekerja, secara fisik dan akal mengumpulkan ide, memperkerjakan kedua tangannya, menghasilkan seni dan merangkai bangunan agar menjadi sebuah monumen spektakuler. Tak sia-sia, salah satu ide gemilangnya yaitu bangunan dengan kubah ditengah ruangan yang memungkinkan melihat langit, menjadi simbol kota Figueres.
Teater museum Dali inilah yang membuat kota kecil itu begitu tersohor. Figueres adalah Dali, begitu orang menyebutnya. Dan memang kesan itulah yang langsung hinggap di hati dan mata. Sampai di Figueres, belum juga sempat memakirkan mobil, sebuah bangunan besar dengan kubah kaca dan telur raksasa berjejer di sepanjang dinding teater museum, menarik perhatian. Ahhh itulah Dali, dirinya memang selalu ingin membuat mata dan mulut manusia memperbicangkan dirinya.
Tak sabar ingin segera mendatangi tempat tersimpannya maha karya seniman yang katanya berotak aneh ini, tempat parkir terdekat segera kami pilih, tak peduli soal harga. Wahhhhh, begitu mendekati museum, barisan antre segera terlihat panjang, padahal saat itu akhir tahun dimana udara sangat mengigit akibat anginnya yang kencang, hanya satu jam dari Barcelona tapi suhu cuaca begitu berbeda. Kurang dari enam puluh menit kami mengantre, dengan hasil kuping perih oleh terpaan angin beku, akhirnya berhasil mendapatkan tiket masuk. Saya langsung kebagian press yang disambut sangat ramah.

Pertama memasuki tempat itu, langsung perhatian kita akan disentak dan dibuat penasaran oleh bagian tengah bangunan. Tentu saja bagian yang terlihat dari setiap sisi karena melingkar itu, dapat dimasuki. Di sinilah, imajinasi dari sang artis terbukti jika dirinya memang seniman teater. Karena lebih mirip sebuah ruang sandiwara. Sebuah kapal tertancap diketinggian, dari sebuah tiang roda mobil. Patung wanita montok menyolok mata, dan sekeliling dinding dengan pohon rambat, lubang-lubangnya dipenuhi oleh patung bugil wanita berwarna emas. Berada di pusat ruangan ini, nikmatilah kubah kaca kreasi dari sang maestro yang menjadi ciri khas kota Figueres.
Lalu mulailah menikmati setiap lukisan hasil permainan kuas pelukis kelahiran tahun 1904 ini. Masa muda Dali terlihat sekali penuh dengan kemurnian pada seni, imajinasinya bercabang lebat. Karya surealisnya mendapat sambutan indah di kalangan pecinta seni, bahkan dirinya memukau masyarakat Amerika. Goresan surealisme Dali, dianggap sesuatu yang baru dan menyegarkan. Dali mendapat tempat di berbagai kalangan, bahkan Picasso dan Miro turut mendukungnya.

Padahal seniman ini sempat mengalami kesulitan diawal karirnya, meskipun memiliki otak cemerlang dalam berkarya. Kebangkrutan sempat menerpanya, saat dirinya menikahi seorang wanita yang merupakan istri dari gurunya surealismenya, Paul Eluard. Skandal ini menyebabkan dirinya putus hubungan dengan keluarganya. Rasa cinta Dali terhadap sang istri terlihat, dimana dirinya dan pasangannya kerap menjadi model dalam permainan kuasnya. Hingga akhir napas Gala, sang istri, Dali selalu berada di sisinya. Semenjak kepergian sang istri tercintalah, banyak kalangan kritikus yang menyatakan Dali tak lagi sama. Dirinya lebih senang menjadi badut panggung.
Apa pun pendapat dari para kalangan seni, saya menikmati sekali, perubahan dari masa ke masa kreasi artistiknya. Pria yang menyatakan tak pernah menggunakan obat candu karena dirinya adalah si candu, menciptakan seni tiga dimensi. Harus bersabar untuk melihat apa maksud dari tiga dimensi itu. Karena, saat memasuki ruangan gelap tersebut yang terlihat adalah pajangan dari sebuah rambut pirang dan hidung raksasa, kursi merah berbentuk bibir, dua lukisan. Semua hanya berupa potongan, dan terlihat bagaikan pameran tersendiri. Baru setelah sabar mengantre dan menaiki tangga, dengan kaca pembesar inilah kita bisa menikmati 'Mae West' tiga dimensinya. Sebuah wajah wanita, karya ini mengambil ide dari artis Amerika, Mary Jane West, yang menjadi seks simbol di tahun 1920-1940.
Sejak tahun 1930-an pelukis yang juga terkenal sebagai perancang perhiasan, pemahat patung dan juga fotografi, memang senang bermain dengan mata jeniusnya. Menciptakan sebuah gambar dari beberapa benda nyata menjadi hasil karya imajinasi antara nyata dan khayalan.

Di teater museum Dali, karya dari seniman lainnya bisa dinikmati juga, cukup menarik dan membuat kita sedikit bernapas dari sesaknya ide gemilang si matador. Di museum Dali ini, pengunjung bebas memainkan kameranya, mengabadikannya sebagai kenangan. Karena memang pria yang hidup hingga usia 85 tahun itu sangat senang dirinya menjadi pusat perhatian. Baginya sebuah seni haruslah dinikmati dengan kebebasan dan kebahagiaan. Hanya memang, tingkahnya yang berlebihan yang kerap menimbulkan kritik negatif padanya.
Namun seperti yang dikatakan Salvador Dali, "Seorang seniman sejati bukanlah orang yang terinspirasi, melainkan seseorang yang mengilhami orang lain."
Mengenai dirinya yang ucapkali dinyatakan gila, seniman yang juga mahir dalam menulis puisi itu berkata, “Perbedaan antara saya dan seorang penyakitan adalah, jika saya ini tidak gila”.
Itulah Dali. Otak jeniusnya yang dipenuhi dengan ide tak terbatas membuat dirinya memang terlihat unik. Namun Dali mengaku dialah si artis dari hasil karyanya. Maka ambil lah dirinya jika Anda ingin terbius karena dia adalah obat bius yang memberikan halusinasi.

sumber: http://travel.kompas.com/read/2012/01/30/20164860/Seniman.Salvador.Dali..Gila.atau.Jenius

0 komentar:

DENGAN CAT TERLALU MAINSTREAM, SENIMAN INI MELUKIS DENGAN DARAH MANUSIA!

Bagi sebuah seniman, menciptakan sebuah karya maestro tentu tidak sembarangan. Banyak cara mereka lakukan untuk menciptakan sebuah karya maestro ini. Ada yang menggunakan cat khusus untuk menciptakan sebuah karya baru, atau bentuk dari lukisannya yang besar dan lain sebagainya. Lantas bagaimana jika sebuah lukisan dibuat dengan darah sang seniman? Pasti anda tidak akan terpikirkan bukan?
Ini yang dilakukan oleh seorang seniman dari Amerika Serikat asal Kota New York yang bernama Vincent Castalgia. Seniman ini menggunakan darah untuk cat karya lukisannya.
Vincent telah membuat lukisan ini selama 10 tahun, Menurut Huffington Post, Vincent mendapatkan ide untuk menggunakan darah sebagai media lukisnya awalnya karena dia memerlukan hubungan lebih intim antara dirinya dan karyanya. Proses melukis yang dilakukan Vincent adalah mula-mula menggambar sketsa dengan menggunakan pena atau pensil gambar, barulah setelah itu dilanjutkan dengan menambahkan darah pada kanvasnya.
Bocoran dari Vincent, Ia membutuhkan kurang lebih ia membutuhkan 30 Botol kecil darah (vial) untuk sebuah lukisan berukuran besar. Sedangakan untuk ukuran lukisan yang lebih kecil, ia setidaknya membutuhkan 15 botol kecil darah. Tidak mengagetkan memang, jika ia membuat lukisan ini ia membutuhkan setidaknya berbulan-bulan. Karena ia harus membutuhkan waktu untuk menghasilkan volume darah yang ia inginkan.
Karya-karya dari Vincent ini bisa dikatakan cukup ‘mengganggu’, karena sebagian besar karyanya adalah lukisan dari manusia dengan tubuh yang seperti telah membusuk sehingga terlihat tulangnya, atau lukisan setan. Meskipun demikian, karya Vincent ini disambut positif oleh para penikmat seni.
Untuk harga dari Lukisan yang telah ia buat memiliki kisaran harga yang beragam. Untuk lukisannya yang termahal bisa mencapai $26,000 (sekitar Rp 260 juta). Karya Vincent ini banyak dipajang di Amerika dan Eropa. Selain itu, beberapa karyanya juga pernah dipakai sebagai gambar depan album band heavy metal dari Swiss yang bernama Triptykon, dan juga untuk poster promosi film “Savage County”.
Berikut Karya-karya lukisan dari Vincent Castalgia :
vincent castiglia blood3

vincent castiglia blood 3

0 komentar:

INGGRID MATTSON, MENGENAL ISLAM MELALUI SENI

Nama Ingrid Mattson sempat menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai media Barat ketika namanya masuk dalam daftar salah satu tokoh yang diundang pada inaugurasi Barack Obama setelah kandidat Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat itu menang dalam pemilu.
Sebagaimana dilansir kantor berita Associated Press (AP), Mattson yang menjabat presiden Komunitas Islam Amerika Utara (ISNA) merupakan salah satu pemimpin agama yang akan berbicara pada acara doa yang digelar di Cathedral Nasional di Washington DC sehari setelah pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44. Undangan yang ditujukan kepada Mattson ini menuai kontroversi publik Amerika. Sebab, yang bersangkutan dicurigai jaksa federal terkait dengan jaringan teroris. Seperti diketahui, pada Juli 2007, jaksa federal di Dallas, mengajukan tuntutan kepada ISNA karena diduga memiliki jaringan dengan Hamas organisasi Islam di Palestina yang dikelompokkan Pemerintah AS sebagai organisasi teroris.

Namun, baik Mattson maupun organisasinya tidak pernah dihukum. Jaksa hanya menyatakan memiliki bukti-bukti dan kesaksian yang dapat menghubungkan kelompok tersebut ke Hamas dan jaringan radikal lainnya. Sebelumnya, Muslimah kelahiran Kanada tahun 1963 ini juga pernah membuat kejutan dengan melakukan pertemuan dengan pejabat tinggi Pentagon selama pemerintahan Bush. Dia juga hadir pada misa Konvensi Nasional Partai Demokrat di Denver saat Obama mencalonkan diri sebagai presiden.

Pemerintah AS dan ISNA sebenarnya memiliki hubungan kerja sama yang baik. Kelompok tersebut memberikan latihan agama kepada Biro Penyelidik Federal (FBI). Karen Hughes, orang kepercayaan Bush, mengatakan bahwa Mattson sebagai pemimpin yang hebat dan panutan bagi banyak orang. Mattson adalah seorang profesor studi Islam di Hartford Seminary di Hartford, Connecticut.

Ia memperoleh gelar sarjana dalam bidang filsafat dari Universitas Waterloo, Ontario, pada 1987. Sementara gelar PhD pada studi Islam ia peroleh dari Universitas Chicago pada 1999. Penelitiannya mengenai Hukum Islam dan Masyarakat. Selama kuliah di Chicago, ia banyak terlibat pada kegiatan komunitas Muslim lokal.

Ia duduk dalam jajaran Direktur Universal School di Bridgeview dan anggota komite Interfaith Committee of the Council of Islamic Organizations of Greater Chicago. Mattson juga pernah menetap di Pakistan dan bekerja sebagai pekerja sosial bagi pengungsi wanita Afghanistan selama kurun waktu 1987-1988. Pada 1995, ia ditunjuk sebagai penasihat bagi delegasi Afghanistan untuk PBB bagi Komisi yang membidangi Status Perempuan.

Saat bekerja di kamp pengungsi di Pakistan inilah ia bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Amer Aetak, seorang insinyur dari Mesir. Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan bernama Soumayya dan satu orang anak laki-laki bernama Ubayda.

Meski saat ini banyak berkecimpung dalam kegiatan keagamaan dan menjabat sebagai Presiden ISNA, sebuah organisasi berbasiskan komunitas Muslim terbesar di AS, namun Mattson kecil tumbuh dan besar dalam lingkungan Kristen di Kitchener, Ontario, Kanada. Ayahnya adalah seorang pengacara pidana, sementara ibunya bekerja di rumah membesarkan ketujuh anaknya.

Mattson berhenti pergi ke gereja pada usia 16 tahun dengan alasan tidak bisa lagi percaya dengan apa yang diajarkan oleh gereja. Saat menimba ilmu di Universitas Waterloo, ia mempelajari seni dan filsafat, yang dinilainya menekankan kebebasan seseorang untuk memilih.

''Setahun sebelum saya masuk Islam, saya banyak menghabiskan waktu saya mencari dan melihat hal-hal yang berhubungan dengan seni. Saat mengikuti pendidikan bidang filsafat dan seni rupa, saya duduk berjam-jam dalam ruang kelas yang gelap untuk melihat dan mendengarkan penjelasan profesor saya melalui infokus proyektor, beliau menjelaskan tentang kehebatan hasil karya Seni Barat,'' paparnya seperti dikutip dari situs whyislam.org.

Wajah Islam
Saat di Waterloo ini, ia sempat bekerja pada bagian Departemen Seni Rupa, yang salah satu tugasnya mempersiapkan slide dan katalog seni. Karenanya setiap kali masuk ke perpustakaan, menurut Mattson, ia selalu mengumpulkan buku-buku seni sejarah. Dan untuk mendapatkan bahan-bahan guna keperluan pembuatan katalog seni, ia terpaksa harus pergi ke museum yang ada di Toronto, Montreal, dan Chicago.

Bahkan, ia harus merelakan masa liburan musim seminya dihabiskan di dalam Museum Louvre yang berada di tengah Kota Paris. Saat berada di Paris inilah untuk kali pertama dalam hidupnya Mattson berjumpa dengan seorang Muslim. Ia menyebut momen tersebut sebagai 'the summer I met Muslims'.

''Saya selalu terkenang akan peristiwa ini,'' ungkapnya. Apa yang dicarinya selama ini, ungkap Mattson, hanya berkaitan dengan semua karya seni yang tergambar dalam bentuk visual. Peradaban Barat memang dikenal memiliki tradisi menggambarkan sesuatu dalam bentuk visual, termasuk penggambaran mengenai keberadaan Tuhan.

''Kita banyak membuat kesalahan dengan berpikir bahwa melihat berarti mengenali, dan semakin terekspose seseorang itu, maka semakin pentinglah orang tersebut.'' Namun, akhir dari pencariannya tentang seni telah membawa Mattson bertemu dengan dua orang seniman, laki-laki dan perempuan, yang tidak membuat patung dan lukisan sensual tentang Tuhan. ''Mereka telah mengenali Tuhan dengan cara yang berbeda, menghargai pemimpin, dan menghargai hasil kerja seorang wanita.''

Gambaran mengenai Islam yang ia dapatkan dari kedua orang teman barunya ini, membawa Mattson pada pengenalan wajah Islam yang semakin baik. Ia menyatakan, peradaban Islam tidak menganut sistem penggambaran sesuatu dalam bentuk visual di dalam mengingat dan Memuji Tuhan dan menghargai seorang Nabi.

''Allah adalah sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi dalam pantulan mata umat manusia. Tetapi, orang yang memiliki penglihatan dapat mengenali Tuhannya dengan melihat, mempelajari pengaruh dari kekuatan ciptaan-Nya.'' Selain penggambaran terhadap Tuhan, umat Islam juga melarang penggambaran terhadap semua Nabi Allah.

Umat Islam hanya menuliskan nama mereka dalam bentuk kaligrafi. Kata-kata, tulisan, dan ucapan serta akhlak mulia dalam kehidupan merupakan media utama bagi Muhammad di dalam menyebarkan pengaruhnya ke seluruh umatnya. Dari sinilah kemudian Mattson mulai tertarik untuk mempelajari keyakinan yang dianut oleh kedua temannya yang asal Senegal ini.

Ia pun mulai menggali tentang ketuhanan dan kepribadian Muhammad melalui Alquran terjemahan. Setelah banyak mempelajari lebih jauh mengenai Islam dari Alquran, Mattson akhirnya menyadari dan yakin adanya Allah. ''Pilihan-pilihan Anda mencerminkan siapa diri Anda. Meski ada keterbatasan, tapi selalu tersedia kesempatan untuk memilih yang terbaik,'' katanya.

Yang membuatnya semakin tertarik dengan Islam adalah semua umat Muhammad tidak hanya mengikutinya dalam hal beribadah, tetapi juga di dalam semua aspek kehidupan, mulai dari kebersihan diri sampai pada cara bersikap terhadap anak-anak dan tetangga. Semua perbuatan, perkataan, dan perilaku Nabi SAW inilah yang disebut dengan sunah.

Dan pengaruh Sunah Nabi Muhammad tersebut telah tergambar pada kehidupan para orang tua, muda, kaya, miskin, yang menjadikannya sebagai suri teladan bagi semua pengikutnya. ''Pertama kali saya menyadari pengaruh fisik dari Sunah Nabi Muhammad pada generasi muda Muslim adalah ketika suatu hari saya duduk di masjid, menyaksikan anak saya yang berumur 9 tahun shalat di samping guru mengajinya. Ubayda duduk di samping guru dari Arab Saudi yang dengan tekun dan lembut mengajarinya sehingga membuatnya sangat respek dan hormat,'' tuturnya. ed: sya

Islam itu Suka Berbagi

Perkenalan Ingrid Mattson tentang Islam makin berkembang saat ia berkunjung ke sejumlah negara yang mayoritas berpenduduk Muslim.

Beberapa peristiwa yang dia temui di negaranegara tersebut, diakui Mattson, makin mempertebal keyakinannya terhadap Islam. Lebih setahun, dalam perjalanannya ke negara-negara Muslim ini ia menyaksikan kesamaan keinginan untuk berbagi dan selalu saling memberi antara sesama serta kesamaan keyakinan yang mendalam.

''Makanan untuk dua orang cukup untuk tiga orang dan makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang,'' jelasnya sambil mengutip hadis Nabi SAW.

Salah satunya adalah ketika ia mengunjungi Kosovo. Selama serangan Serbia ke Kosovo, banyak Muslim Albania yang menyediakan rumah mereka untuk para peng ungsi. Bahkan, satu orang memasak setiap harinya untuk 20 orang dalam rumah yang sederhana.

Begitu juga ketika ia menikah di Pakistan. Sebagai pekerja sosial pada kamp pengungsian, Mattson dan suami tidak memiliki cukup uang. Sekembalinya dari pernikahan ke kamp pengungsian, para wanita Afghanistan bertanya kepadanya tentang pakaian, perhiasan emas, cincin kawin, dan kalung emas yang diberikan oleh suami kepadanya sebagai mahar.

''Saya perlihatkan kepada mereka cincin emas sederhana dan saya ceritakan tentang baju pengantin yang saya pinjam untuk menikah. Wajah mereka langsung berubah menunjukan perasaan sedih dan simpati.

'' Seminggu setelah peristiwa itu, saat ia sedang duduk di depan tenda kamp pengungsi yang berdebu, para wanita Afghanistan tersebut muncul lagi. Mereka datang menemuinya dengan membawa celana biru cerah terbuat dari satin dengan hiasan emas, sebuah baju berlengan merah dengan warna-warni dan scarfwarna biru yang tampak serasi dengan pakaian, sebagai hadiah per -nikahan.

''Semua yang saya lihat adalah hadiah pernikahan yang tak ternilai bagi saya, bukan saja dukungan mereka, tetapi pelajaran keikhlasan dan rasa empati yang mereka berikan yang merupakan buah yang sangat manis dari sebuah keyakinan yang benar".

Sumber: Muallaf Center Online-An Invitation to the Truth

0 komentar:

Copyright © 2013 WORLD OF ARTS NO LIMITS.