SEBENARNYA SENIMAN TIDAKLAH SEBATANG KARA

Kalau anda seorang mahasiswa seni rupa atau orang yang tertarik mencicipi berkecimpung dalam dunia seni rupa dan anda ingin jadi seniman, maka cukup beruntunglah anda.  Jika anda minimal mengharap ketenaran dan kelimpahan materi, seniman punya potensi yang besar untuk mendapat dua hal tersebut.

Kelimpahan materi tentu bisa didapat seorang seniman dari karyanya. Bila karyanya diminati oleh publik dan segelintir dari publik tersebut mau dan mampu untuk memiliki karya tersebut, maka jerih payah seniman pun berbalas dengan pundi-pundi rupiah (bisa juga dollar, euro, dsb). Kemudian bila publik peminat karyanya terus bertambah, menjadi lumrah pula bila harga karya sang seniman pun perlahan makin meningkat. Bahkan, belakangan banyak contoh kasus, misalkan anda seorang seniman, harga karya anda bisa melejit dalam waktu yang relatif singkat (dalam hitungan beberapa tahun saja) meski anda adalah seorang seniman yang baru menginjakkan kaki dan dengan rikuh serta mangu-mangu masuk ke tengah-tengah panggung seni rupa.

Sisi lain dari hal di atas, seorang seniman pun memiliki potensi untuk meraih ketenaran. Lampu sorot dalam panggung seni rupa senantiasa diarahkan pada sosok seniman. Lihatlah pameran-pameran, award, katalog, majalah seni rupa atau website seni rupa misalnya. Contoh yang paling ‘epik’ tentulah di dalam buku-buku sejarah seni rupa, anda akan menemukan pembahasan deretan karya seni –beserta nama senimannya tentu saja. Hal ini menjadi masuk akal karena bagaimanapun objek utama dalam dunia seni rupa tentu saja adalah karya seni, baik itu dalam pembahasan jual-beli, penelitian akademik atau kritik misalnya dan faktor utama serta penting di balik sebuah karya seni tentu saja adalah sosok seniman sebagai sang kreator. Maka membahas karya seni, mau tidak mau akan bersangkut paut dengan pembahasan sang seniman.

Panggung seni rupa, boleh jadi memang ruang pentas bagi sang seniman. Pameran digelar, ratusan tamu diundang “hanya” untuk melihat hasil penemuan, pernyataan seniman –itulah karya seni. Kompetisi, award atau penghargaan dihelat untuk manandai pencapaian –boleh karir ataupun ungkapan karya- seniman. Artikel-artikel dalam majalah atau buku-buku seni rupa ditulis untuk mengungkap segala misteri di balik sosok seniman dan penciptaan karyanya. Dan jangan heran bila pada suatu saat, seniman bisa nampak bak selebriti di atas panggung seni rupa –sosok paling dicari dan dinanti.
Sekarang, boleh jadi anda jadi berpikir bahwa itu semua adalah hasil jerih payah dan peras keringat anda sebagai seniman. Tentu saja, meski tidak 100% seluruhnya. Mungkin pada proses di dalam studio, proses di mana pencarian ide kemudian diwujudkannya ide menjadi sebuah artefak karya seni, seniman akan benar-benar kerja keras di dalamnya dan boleh jadi tidak satupun orang lain yang terlibat. Namun kondisi kemudian berbeda ketika karya telah selesai dan keluar dari studio seniman.

Misalnya, dalam gelaran pameran seniman tak lagi bekerja sendiri, di situ ada galeri yang menyediakan ruang dan mengundang para tamu, mungkin ada pula kurator yang berperan merumuskan tema, mengatur display karya dan menghantarkan karya seniman kepada publik. Lalu ada pula publik atau apresiator yang datang untuk melihat, menikmati dan mengapresiasi karya. Beruntung bila karya seniman terjual dan dalam hal ini tentu saja ada pula keterlibatan kolektor. Kehadiran kolektor juga tidak lepas dari galeri yang berusaha untuk mempublikasikan dan mempromosikan pameran-pameran yang digelar di tempat mereka atau kita bisa juga menemukan peran macam ini pada art dealer. Promosi juga seringkali terjadi di antara para kolektor, sehigga dengan begitu bisa sangat mungkin karya-karya seorang seniman menjadi koleksi beberapa kolektor sekaligus. Tetang publikasi pameran dan karya seniman, bisa pula pelakunya adalah para penulis ataupun para wartawan kebudayaan di surat kabar-surat kabar maupun majalah seni. 
Keterangan gambar: Pameran tidak harus dikerjakan sendiri, bisa juga mengandalkan partisipasi dari pihak-pihak lain.1
Banyak lagi pihak lain yang mungkin terlibat dalam penyebaran karya setelah keluar dari studio sang seniman, kita masih bisa menyebut balai lelang atau kritikus. Bahkan kita tidak bisa mengingkari peran yang terjadi sebelum adanya karya, seperti yang diperankan oleh para penjual alat-alat seni, pembuat kanvas dan lain sebagainya. Mekanisme-mekanisme macam ini, juga peran-peran tiap pihak di atas mengingatkan pada pendapat Howard S. Becker, dimana ia menyebut bahwa dunia seni rupa adalah semacam jejaring organisasi sosial yang mendukung dan berpartisipasi dalam produksi dan konsumsi karya seni.
Begitulah..., jika anda memang berkeinginan menjadi seorang seniman, maka kejarlah keinginan tersebut. Karena keinginan tersebut sangat boleh  jadi merupakan sesuatu yang memiliki potensi dan prospek yang baik, meski tentu saja ada syarat yang menyertai; anda harus bekerja keras dan terus berusaha untuk mencipta karya yang baik dan dapat diterima semua pihak dalam dunia seni rupa. Dan bila anda merasa grogi ketika pertama kali menginjakkan kaki di atas panggung seni rupa, bayangkanlah berapa banyak orang menemani anda dari belakang panggung –mereka yang membantu menyiapkan panggung yang anda injak. Sedangkan nanti, ketika anda sudah berada di atas panggung seni rupa dengan perasaan yang tidak lagi rikuh dan mangu-mangu, ada baiknya anda ingat bahwa sang seniman tidaklah sebatang kara...
Keterangan gambar: Kerja sama boleh saja asal jangan kerja paksa.2

Referensi:
Howard Becker, Artworlds (Berkeley: University of California Press, 1982), hlm. x.
Sumber Gambar:
1. http://articles.latimes.com/2010/apr/04/nation/la-na-hometown-new-york4-2010apr04 (Justin Lane / European Pressphoto)
2. http://nymag.com/arts/art/rules/poaching-2012-4/

0 komentar:

Copyright © 2013 WORLD OF ARTS NO LIMITS.