MUSISI SUKSES? MUSISI YANG TAHU CARANYA "SURVIVE"
PERNAH
mendengar pepatah yang mengatakan: “Mempertahankan jauh lebih berat ketimbang
merebut!” Saya mengamini hal tersebut, karena memang ketika menjadi juara atau
sedang berada di atas, goyangan dan gesekan untuk menurunkan “tahta” itu, akan
semakin besar.
SIAPAPUN
yang sedang sedang berada di atas, sejatinya harus merasa lebih punya amunisi
lebih ketimbang saat berada di bawah dan mencoba masuk ke level selanjutnya.
Dalam bahasa Ken Dean Lawadinata, CEO Kaskus, berada di atas sejatinya adalah
tanggungjawab dan beban yang makin besar. Menurutnya, kalau sudah besar, ketika
jatuh, kita akan “menyeret” banyak orang di bawah kita. “Mending kecil,
karena kalau jatuh, ya kita-kita saja sendiri.” Itu yang disebutnya sebagai
tanggungjawab.

Ini terjadi pula di industri bernama
musik. Banyak orang “terjebak” untuk menjadi musisi karena melihat nama-nama
besar di atas panggung. Kayaknya enak ya jadi Ungu. Kayaknya
asik ya jadi
Glenn Fredly. Kayaknya seru ya jadi Dewa
19 kalo manggung. Pernahkah kita membayangkan, bagaomana proses untuk mencapai
posisi sekarang harus dilewati?
Saya tertarik dengan pendapat
seorang Anggun Cipta Sasmi [lebih ngetop dengan Anggun thok sekarang]
ketika ditanya apakah untuk sukses di industri musik, harus [mau] mengikuti
kemauan pasar yang belium tentu sesuai dengan selera kita? Menurutnya, modal
utama dalam karier adalah kejujuran dala bekerja. “Harus ditanya motivasi
awalnya pingin jadi apa. Terkenal, punya banyak uang atau mau jadi artis yang
baik?” Kalau itu sudah terdeteksi, biasanya akan lebih fokus dan rileks
mengejarnya. “Tidak terlalu ngoyo tapi tetap fokus,” ujar perempuan berdarah
Jawa yang menolak tawaran untuk jadi gadis James Bond. “Motivasiku
ingin jadi penyanyi, bukan aktris,” ucapnya tegas.
Ini yang membedakan musisi, artis
atau penyanyi yang sukses berkepanjangan dengan mereka yang sukses sesaat
setelah itu musnah tanpa kabar apapun, alias kariernya mentok. Industri musik
sejatinya adalah lingkup dari showbiz. Show-nya atau pertunjukkan
dan biz-nya dari sisi bisnisnya. Jangan mau didikte kemauan pasar,
karena akhirnya karya yang muncul amatlah tidak jujur. Dan itu akan terasa,
termasuk oleh mereka yang mendengarnya.
Menurut saya, bermusik dan bernyanyi
dengan lirik yang bagus, sebenarnya adalah sharing ke orang-orang,
tentang pengalaman, perasaan, atau visi. Kalau pendengar tidak menangkap maksud
dari lagu, berarti ada kesalahan yang harus segera diperbaiki. Yang melemahkan
sebenarnya adalah rasa mutung atau pundung atau ngambekan,
atau putus asa ketika dikritis karyanya. Apalagi kemudian ada yang
mengatakan karyanya jelek. Langsung drop. Sebenarnya, apapun yang
dilakukan, memelihara tekad menjadi api yang menguatkan. Menjaga kejujuran
karya dan tidak melemah dengan kritik. Kalau terjadi penolakan, jadikan itu
untuk membuka mata kita agak lebih positif dan mau meningkatkan kemampuan.
Saya kerap melihat banyak musisi
muda yang tidak siap jatuh, ketika pernah merasakan naik. Mengapa? karena
mereka tidak mempersiapkan diri ketika menjadi “bukan siapa-siapa lagi” selalu
berasa akan di atas terus. Memang, jatuh, terpuruk atau hidup susah, Anda akan
kehilangan banyak hal. Kenyamanan hidup, teman-teman [yang ternyata tidak
tulus], dan kepura-puraan.
Kesimpulannya adalah, orang [baca:
musisi, penyanyi, seniman] yang ingin disebut sukses, sejatinya adalah
mereka-mereka yang bisa eksis dan mempertahankan pemikiran tentang kebersaamaan
seniman-seniman. Mereka yang disebut sukses akhirnya adalah “mereka yang
tahu bagaimana harus survive.”
sumber: http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/07/23/musisi-sukses-musisi-yang-tahu-caranya-survive-579027.html
0 komentar: