Dewi Lestari – Penulis Wanita Indonesia Dengan Kesuksesan Mendunia
Bagi anda para penggemar novel dengan genre sains fiction drama mungkin sudah tak asing dengan sosok yang satu ini. Kesuksesan besar yang diraih lewat seri novel Supernova, tak pelak membuat nama penulis wanita berikut ini dengan mudah mejerat minat serta perhatian penggemar novel tanah air. Ialah Dewi Lestari Mangunsong atau yang akrab disapa Dewi Lestari (http://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Lestari).
Awal Karir Dewi Lestari
Namun mungkin tak banyak yang tahu bahwa karir pertama yang dijalani Dewi Lestari yakni dunia musik. Ia yang memiliki nama inisial Dee tersebut adalah salah satu personil trio vocal yang sempat dikenal pada era 90an, trio RSD. Sosoknya begitu lekat dengan trio RSD pada zamannya. Dewi Lestari memang sejak kecil memang telah akrab dengan dunia musik. Wanita kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 ini merupakan anak dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan Siagian. Ayah Dee berprofesi sebagai anggota TNI yang gemar bermusik dan mempelajari alat musik piano secara otodidak.
Bakat seni dari sang ayah akhirnya diwariskan pada Dee. Yang menarik adalah bahwa sebelum Dee terkenal bersama grup RSD, ia pernah menjadi backing vocal untuk sejumlah penyanyi dan band, seperti Chrisye, Iwa K. dan Java Jive. Atas prakarsa dan dukungan dari Ajie Soetama dan Adi Adrian di tahun 1994, Dee kemudian bergabung bersama dengan Rida Farida dan Indah Sita Nursanti untuk membentuk sebuah trio yang diberi nama RSD. RSD sendiri merupakan singkatan dari masing-masing nama panggilan personilnya, yakni Rida, Sita dan Dewi. Trio RSD memperoleh kesuksesan di blantika musik Indonesia dan sempat meluncurkan beberapa album seperti Antara Kita (1995), Bertiga (1997) dan Satu (1999).
Antara Musik dan Passion Menulis..
Trio RSD akhirnya vakum untuk beberapa saat karena kesibukan masing-masing personilnya. Di tengah kondisi grupnya yang vakum, Dee kemudian membuat suatu kejutan dengan meluncurkan novel pertamanya yang begitu populer yang berjudul Supernova satu : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Supernova laris terjual sebanyak 12.000 eksemplar dalam waktu 35 hari. Bahkan hingga saat ini novel pertama Dee tersebut berhasil terjual hingga 75.000 eksemplar.
Supernova (http://id.wikipedia.org/wiki/Supernova_(novel) ) menjadi salah satu karya tulis yang unik karena berkonsep novel dan menggunakan banyak istilah sains diantara kisah-kisah cinta yang diceritakan didalamnya. Kesuksesan Supernova satu mendorong Dee untuk meluncurkan Supernova versi bahasa Inggris pada tahun 2002. Untuk urusan penerjemahan novel tersebut, Dee menggandeng Harry Aveling yang ahli menerjemahkan karya sastra berbahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
Prestasi gemilang juga diperoleh Dee dengan masuknya Supernova sebagai satu nominasi Katulistiwa Literary Award yang diselenggarakan oleh QB World Books. Saat itu karya Dee bersanding dengan karya-karya para sastrawan tersohor seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothe Rosa Herliany dan beberapa sastrawan lainnya.
Sebelum meluncurkan Supernova satu, mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa Dee memiliki bakat menulis. Dee bahkan sering menulis dan mengikuti beberapa lomba karya tulis. Tulisannya yang berjudul Sikat Gigi pernah diterbitkan di buletin seni kalangan terbatas terbitan Bandung. Dee juga pernah mengikuti lomba karya tulis majalah Gadis dan berhasil keluar sebagai juara pertama. Tak hanya itu saja, Dee juga pernah mengisi rubrik cerita bersambung di sebuah majalah mode. Semua bakat dan buah pemikiran Dee akhirnya berhasil membuahkan Supernova dan karya-karya sastra populer lainnya. Terhitung hingga tahun 2005, Dee telah menghasilkan trilogi Supernova, yakni Supernova satu, Supernova dua : Akar dan Supernova tiga : Petir.
Peluncuran novel Supernova dua sempat menuai kontroversi dan kritik di kalangan umat beragam Hindu. Hal ini terjadi karena umat Hindu menolak dicantumkannya logo Supernova dua berlambang Omkara (Aum) yang merupakan aksara suci Brahman, simbol penghormatan pada Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya terbentuklah suatu kesepakatan bahwa lambang Omkara tersebut tida akan dipergunakan lagi pada Supernova dua cetakan kedua dan seterusnya.
Setelah lama tak menghasilkan karya tulis, pada tahun 2008 Dee meluncurkan novel terbarunya yang diberi naa Rectoverso. Novel tersebut tergolong unik karena merupakan perpaduan antara karya tulis fiksi dan musik. Di dalam Rectoverso, tersaji 11 cerita pendek yang dilengkapi dengan sebuah CD yang berisi 11 lagu.
Para penikmat novel Dee dapat membaca Rectoverso sambil diiringi alunan musik dari CD di dalamnya. Dee juga menghasilkan beberapa karya tulis populer lainnya seperti Perahu Kertas (2009), Madre (2011) dan Filosofi Kopi (2012). Selain meluncurkan Filosofi Kopi pada tahun 2012, pada tahun tersebut Dee juga meluncurkan Supernova empat berjudul Partikel.
Karya-karya Dee yang fenomenal dan populer tentu dapat menjadi motivasi bagi para penulis lainnya untuk menghasilkan karya-karya yang spektakuler dan penuh kejutan. Karena sesungguhnya dunia menulis adalah dunia yang begitu dalam tak terselami, liar dan penuh dengan kejutan-kejutan yang mencengangkan.
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tetapi dua melenyapkan.”
Dewi Lestari – Filosofi Kopi
![[IMG]](https://www.bersosial.com/proxy.php?image=http%3A%2F%2Flh4.googleusercontent.com%2F-icNogGksa9k%2FAAAAAAAAAAI%2FAAAAAAAAAvA%2FRFaZK7rkh0M%2Fs512-c%2Fphoto.jpg&hash=3a0c8f85ff3ada33559effbb014ee66b)
Awal Karir Dewi Lestari
Namun mungkin tak banyak yang tahu bahwa karir pertama yang dijalani Dewi Lestari yakni dunia musik. Ia yang memiliki nama inisial Dee tersebut adalah salah satu personil trio vocal yang sempat dikenal pada era 90an, trio RSD. Sosoknya begitu lekat dengan trio RSD pada zamannya. Dewi Lestari memang sejak kecil memang telah akrab dengan dunia musik. Wanita kelahiran Bandung, 20 Januari 1976 ini merupakan anak dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan Siagian. Ayah Dee berprofesi sebagai anggota TNI yang gemar bermusik dan mempelajari alat musik piano secara otodidak.
Bakat seni dari sang ayah akhirnya diwariskan pada Dee. Yang menarik adalah bahwa sebelum Dee terkenal bersama grup RSD, ia pernah menjadi backing vocal untuk sejumlah penyanyi dan band, seperti Chrisye, Iwa K. dan Java Jive. Atas prakarsa dan dukungan dari Ajie Soetama dan Adi Adrian di tahun 1994, Dee kemudian bergabung bersama dengan Rida Farida dan Indah Sita Nursanti untuk membentuk sebuah trio yang diberi nama RSD. RSD sendiri merupakan singkatan dari masing-masing nama panggilan personilnya, yakni Rida, Sita dan Dewi. Trio RSD memperoleh kesuksesan di blantika musik Indonesia dan sempat meluncurkan beberapa album seperti Antara Kita (1995), Bertiga (1997) dan Satu (1999).
Antara Musik dan Passion Menulis..
Trio RSD akhirnya vakum untuk beberapa saat karena kesibukan masing-masing personilnya. Di tengah kondisi grupnya yang vakum, Dee kemudian membuat suatu kejutan dengan meluncurkan novel pertamanya yang begitu populer yang berjudul Supernova satu : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh. Supernova laris terjual sebanyak 12.000 eksemplar dalam waktu 35 hari. Bahkan hingga saat ini novel pertama Dee tersebut berhasil terjual hingga 75.000 eksemplar.
Supernova (http://id.wikipedia.org/wiki/Supernova_(novel) ) menjadi salah satu karya tulis yang unik karena berkonsep novel dan menggunakan banyak istilah sains diantara kisah-kisah cinta yang diceritakan didalamnya. Kesuksesan Supernova satu mendorong Dee untuk meluncurkan Supernova versi bahasa Inggris pada tahun 2002. Untuk urusan penerjemahan novel tersebut, Dee menggandeng Harry Aveling yang ahli menerjemahkan karya sastra berbahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
Prestasi gemilang juga diperoleh Dee dengan masuknya Supernova sebagai satu nominasi Katulistiwa Literary Award yang diselenggarakan oleh QB World Books. Saat itu karya Dee bersanding dengan karya-karya para sastrawan tersohor seperti Goenawan Muhammad, Danarto, Dorothe Rosa Herliany dan beberapa sastrawan lainnya.
Sebelum meluncurkan Supernova satu, mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa Dee memiliki bakat menulis. Dee bahkan sering menulis dan mengikuti beberapa lomba karya tulis. Tulisannya yang berjudul Sikat Gigi pernah diterbitkan di buletin seni kalangan terbatas terbitan Bandung. Dee juga pernah mengikuti lomba karya tulis majalah Gadis dan berhasil keluar sebagai juara pertama. Tak hanya itu saja, Dee juga pernah mengisi rubrik cerita bersambung di sebuah majalah mode. Semua bakat dan buah pemikiran Dee akhirnya berhasil membuahkan Supernova dan karya-karya sastra populer lainnya. Terhitung hingga tahun 2005, Dee telah menghasilkan trilogi Supernova, yakni Supernova satu, Supernova dua : Akar dan Supernova tiga : Petir.
Peluncuran novel Supernova dua sempat menuai kontroversi dan kritik di kalangan umat beragam Hindu. Hal ini terjadi karena umat Hindu menolak dicantumkannya logo Supernova dua berlambang Omkara (Aum) yang merupakan aksara suci Brahman, simbol penghormatan pada Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya terbentuklah suatu kesepakatan bahwa lambang Omkara tersebut tida akan dipergunakan lagi pada Supernova dua cetakan kedua dan seterusnya.
Setelah lama tak menghasilkan karya tulis, pada tahun 2008 Dee meluncurkan novel terbarunya yang diberi naa Rectoverso. Novel tersebut tergolong unik karena merupakan perpaduan antara karya tulis fiksi dan musik. Di dalam Rectoverso, tersaji 11 cerita pendek yang dilengkapi dengan sebuah CD yang berisi 11 lagu.
Para penikmat novel Dee dapat membaca Rectoverso sambil diiringi alunan musik dari CD di dalamnya. Dee juga menghasilkan beberapa karya tulis populer lainnya seperti Perahu Kertas (2009), Madre (2011) dan Filosofi Kopi (2012). Selain meluncurkan Filosofi Kopi pada tahun 2012, pada tahun tersebut Dee juga meluncurkan Supernova empat berjudul Partikel.
Karya-karya Dee yang fenomenal dan populer tentu dapat menjadi motivasi bagi para penulis lainnya untuk menghasilkan karya-karya yang spektakuler dan penuh kejutan. Karena sesungguhnya dunia menulis adalah dunia yang begitu dalam tak terselami, liar dan penuh dengan kejutan-kejutan yang mencengangkan.
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tetapi dua melenyapkan.”
Dewi Lestari – Filosofi Kopi
0 komentar: