BIOGRAFI: HERRY SOEDJARWANTO
I
BIODATA
HERRI SOEDJARWANTO

־ Pada umur 20 th, karya lukis kolosalnya ( 2, 5 x 1, 5 m ) sudah terpajang di Istana Negara Jakarta.
־ Karyanya masuk nominasi : “ INDONESIAN ART AWARDS 1999 “ yang diadakan Yayasan Seni Rupa Indonesia dengan sponsor PHILIP MORRIS.
־ Ada karyanya yang dimuat di dalam buku-buku yang diedarkan ke seluruh dunia.
Lukisan yang berjudul "The Newly Wed Ari Putra and Hellena" ("Tatapan Cinta" ) dimuat dalam buku "BALI INSPIRES, MASTERPIECES OF INDONESIAN ART" ( tahun 2011) yang ditulis oleh JEAN COUTEAU (Perancis).
Satu karyanya yang lain dimuat dalam buku:“Treasures of Bali, a Guide to Museums in Bali” terbitan 'Gateway Books International' berkolaborasi dengan 'Museums Association of Bali'. ( th 2006 )
־ Belajar
melukis pada Dullah dan S. Soedjojono. Sebelum itu ( 1976 ) di HBS
(Himpunan Budaya Surakarta ), pada Soemitro Hendronoto ( kakak Sapto
Hudoyo)
1978 - 1983 aktif di "SANGGAR PEJENG" BALI, asuhan Dullah.
1978 - 1983 aktif di "SANGGAR PEJENG" BALI, asuhan Dullah.
Raja Realisme Indonesia itu menunjuk Herri sebagai asisten untuk mengajar dan pembimbing Teknis melukis di studio maupun alam terbuka.
- Lebih 60 pameran di berbagai kota besar dan di luar negri telah diikuti antara lain:
Pameran karya para Finalis Kompetisi Seni Lukis Tingkat Nasional ‘ 99 :
“ A STROKE OF GENIUS “ PHILIP MORRIS.
Pameran-pameran bersama di Jakarta, Bali, Jogja, Bandung, Solo, Semarang, Penang Malaysia.dll.
Tiga pameran terakhir :
1)- Nopember 2009, Herri diundang Museum di Bali, untuk turut pameran “The Spirit of Balinese Art” bersama Srihadi Sudarsono, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Made Jirna, Ida Bagus Indra, Nyoman Erawan dll, Pameran berlangsung di InterContinental Bali Resort, Jimbaran..
di Balai Soedjatmoko ( Bentara Budaya-nya Solo) tgl 24-30 April 2010,
(
Pameran dikuti pelukis senior yang cukup ternama seperti Djoko Pekik,
Ivan Sagito, Nasirun, I Gusti Nengah Nurata, Suatmadji dan lain-lain.)
3)-Bali Inspires : Art Exhibition : Inspiration from Bali to the World. di Museum Rudana , Bali. 21-Mei-2011.
- Karyanya dikoleksi antara lain : Istana Negara, Museum Purna Bhakti Pertiwi, Jakarta. Wisma Lukisan TMII. Museum Dullah Solo, Museum Rudana, Bali.. Para tokoh, pejabat, kolektor dalam dan luar negeri, Gallery, dll.
- Herri
Soedjarwanto melukis dalam corak Realis Naturalis sampai ke impresif.
Dia melukis berbagai tema. Dari tema umum yang bersahaja, sampai tema
serius yang rumit dan berat. Dari keindahan alam, bunga, manusia yang
menawarkan kesegaran, sampai problem sosial kemanusiaan, yang membuat
dahi berkerut. Dia garap berbagai tema itu dengan berbagai media dan
berbagai teknik lukis. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan teknik
lukis yang cukup lengkap, dan semangat bereksplorasi menjelejah wilayah
baru.
-
II
SECUIL LATAR BELAKANG KEHIDUPAN
YANG BERPENGARUH PADA SENI LUKIS
Terlahir di sebuah desa kecil di Jombang, 25 Oktober 1958.
Bayi umur 2 bulan pindah dan tinggal di sebuah kampung kumuh di Solo.
Sejak umur 10 th harus pisah jauh dari orang tua, ngenger pada
famili di Kalimantan, layaknya buruh atau tukang kebun yang mengurus
kebon cengkih seluas 2 hektar di desa, agar bisa bersekolah.
Selepas SMA (1976) kembali ke Solo, bergabung dengan HBS (
Himpunan Budaya Surakarta). Sempat menjadi buruh kasar, sempat bikin
komik bareng Asmaraman S Kho Ping Hoo ( penulis naskah ), sebelum
akhirnya total melukis untuk menopang ekonomi keluarga yang amburadul.
Sejak usia remaja sudah menjadi tulang punggung keluarga dan terus
menjalani hidup sebagai pelukis sampai sekarang.
1977 akhir, berangkat ke Bali,
bergabung dan tinggal bersama Dullah di Pejeng, sebuah desa tua yang
masih asli, cukup ‘lugu’. ( dibandingkan dengan Ubud, bagaikan bumi -
langit ).
*Begitulah , sebagian besar masa mudanya dijalani di desa-desa kecil atau di kampung kumuh di kota.
Banyak berhubungan dengan alam , manusia desa yang masih asli, lugu,
orang-orang kalah dari kelas tertindas. Inilah faktor utama yang
kemudian berpengaruh besar pada karya lukisnya. Itu semua adalah
obyek-obyek yang sangat diakrabinya.*
III
SECUIL CATATAN BIOGRAFI
HERRI SOEDJARWANTO
LATAR BELAKANG SENI LUKIS
Sejak di TK sudah aktif menggambar dengan intensitas tinggi. Umur 18 th
karya komiknya diterbitkan, dengan penulis naskah Asmaraman S Kho Ping
Hoo.
Pertama kali serius melukis klas II SMA, dibimbing Heru Wuryanto muridnya Fajar Sidik.
Corak lukisan Herri saat itu Abstrak, kemudian bergeser ke Ekspresionisme.
Berobah lagi menjadi Impresionisme sewaktu di HBS Solo, dibimbing Sumitro, kakaknya Sapto Hudoyo.
Kemudian berobah menjadi Realisme dibawah asuhan Dullah.
Berbarengan dengan itu, pada tahun-tahun terakhir bersama Dullah, “masuk”lah S.Sudjojono dalam kehidupan Herri. Ia memberikan pengisian mengenai visi, misi dan sikap mental kesenimanan.
Selanjutnya Herri belajar sendiri secara otodidak, dari buku, diskusi , dialog dsb.---
Kemudian dengan semua bekal tersebut, dia mulai ber- explorasi, berusaha menjelajah segala macam kemungkinan kreatif.
Corak lukisan Herri saat itu Abstrak, kemudian bergeser ke Ekspresionisme.
Berobah lagi menjadi Impresionisme sewaktu di HBS Solo, dibimbing Sumitro, kakaknya Sapto Hudoyo.
Kemudian berobah menjadi Realisme dibawah asuhan Dullah.
Berbarengan dengan itu, pada tahun-tahun terakhir bersama Dullah, “masuk”lah S.Sudjojono dalam kehidupan Herri. Ia memberikan pengisian mengenai visi, misi dan sikap mental kesenimanan.
Selanjutnya Herri belajar sendiri secara otodidak, dari buku, diskusi , dialog dsb.---
Kemudian dengan semua bekal tersebut, dia mulai ber- explorasi, berusaha menjelajah segala macam kemungkinan kreatif.
Suatu kali Herri baru menyadari bahwa tanggal lahirnya sama dengan Pablo
Picasso, 25 Oktober. Sejak itu agak lebih mudah bagi Herri untuk
memahami kegelisahan, gejolak batin yang tak pernah puas, keliaran
diatas kanvas yang selalu ingin berobah--- dst..dst. yang kesemuanya itu
dialami juga oleh Picasso, pelukis besar yang dikenal selalu berobah,
melukis dalam berbagai macam corak sepanjang hidupnya. Hingga memiliki
banyak jati diri.
IV
CATATAN PENTING SEMASA
BERSAMA DULLAH di BALI
1- Lukisan untuk ISTANA NEGARA
Desember1977- bergabung masuk Sanggar Pejeng, dibawah asuhan Dullah.
Sekitar akhir tahun 1978, awal 1979- masa persiapan sanggar untuk pameran di Jakarta. Dullah melukis Bung Karno dalam komposisi besar “Rapat Ikada”. Pihak Istana meminta dibuat juga lukisan besar tentang Pak Harto, sebagai pendamping. Karena sudah tak ada waktu lagi, Dullah bermaksud melimpahkan tugas besar dan berat tersebut kepada salah satu muridnya.
Sekitar akhir tahun 1978, awal 1979- masa persiapan sanggar untuk pameran di Jakarta. Dullah melukis Bung Karno dalam komposisi besar “Rapat Ikada”. Pihak Istana meminta dibuat juga lukisan besar tentang Pak Harto, sebagai pendamping. Karena sudah tak ada waktu lagi, Dullah bermaksud melimpahkan tugas besar dan berat tersebut kepada salah satu muridnya.
*Proyek pembuatan lukisan tersebut
diincar oleh seluruh murid Dullah tanpa kecuali, baik yang senior (
yang sudah 9 tahun ikut Dullah ) maupun yang baru belajar setahun
seperti Herri ( saat itu dia murid yang termuda). Lukisan ini
“diperebutkan” karena dua alasan kuat :
*Pertama : Lukisan ini hampir pasti akan dibeli oleh pihak Istana Negara. Akan menjadi koleksi dan terpajang di Istana Negara.
**Kedua : Yang sudah pasti adalah : Siapapun yang terpilih untuk menggarap lukisan tersebut, pasti dianggap murid terbaik Dullah.!
Logikanya, untuk membuat lukisan realisme pada tingkat kesulitan paling
tinggi ( lukisan kolosal ) yang obyeknya tokoh tertinggi negara, seorang
Presiden , Dullah pastilah memilih muridnya yang paling kuat dan
paling mampu secara teknis. Dengan kata lain : orang yang paling jago dalam Realisme Pejeng, setelah Dullah.!…Ini semacam upacara penobatan.!
Tentu saja semua ingin meraih “gelar prestisius” tersebut.
Dari semua ide, sketsa disain / konsep yang masuk , Dullah memilih
dan memutuskan : konsep / sketsa Herri adalah yang paling layak dan dia
berhak menggarap lukisan tersebut.
Dalam Pameran Besar Sanggar Pejeng di Jakarta 1979, lukisan ini menjadi
satu-satunya yang dibeli oleh pihak Istana Negara. ( Ukuran 2,5 x1,5
mtr, kolosal dengan komposisi 17 figur, Pak Harto sebagai center point
).
**Satu catatan penting tersendiri bagi Herri umur 20 th. Baru belajar 1
(satu ) tahun pada Dullah. Tapi lukisannya sudah terpajang di Istana
Negara, dengan dikuratori langsung oleh Dullah sendiri, setelah dia
memilih dari puluhan muridnya, yang beberapa diantaranya bahkan sudah 9
tahun lebih belajar pada Dullah.**
*Setelah itu, meskipun Herri tercatat sebagai murid yang
termuda., Dullah menunjuk Herri sebagai asistennya dengan tugas:
membimbing dan mengajar pelukis sanggar Pejeng lainnya, dalam hal tehnik
melukis di studio ( model, alam benda ) maupun melukis di alam terbuka
( tafril, landscape ).*
.
2—Perbedaan Prinsip.
Perbedaan mendasar antara Herri dengan teman-teman lain di Pejeng adalah
mereka (termasuk yang paling senior sekalipun), mempelajari tekhnik
Dullah dengan tujuan akhir mencapai seni lukis Dullah!! Sedangkan Herri mempelajari tekhnik Dullah, bukan untuk mencapai seni lukis Dullah, tapi untuk bekal menemukan seni lukisnya sendiri.
Perwujudannya dalam karya tampak jelas berbeda sekali. Ketika masih
sama-sama di Sanggar Pejeng saja (1978-1983), selagi murid-murid yang
lain asyik melukis bunga, jambu, wajah kakek nenek, gadis, bocah, penari
Bali (semua setengah badan), tafril kampung, sawah, dan di seputar
objek-objek itu saja, ( yang sejatinya adalah obyek senilukis Dullah)
kanvas Herri sudah dipenuhi thema realisme social. Dengan komposisi “rumit” naratif yang tentu saja nyempal dari tema “tradisional” khas Dullah tersebut Ringkasnya, ketika yang lain cari gampangnya saja dalam melukis, Herri justru melukis obyek dan thema realism social yang ‘sulit’, rumit, serius dan berat.
Ketika suatu saat Herri bertemu dengan S.Soedjojono (Bapak Seni lukis Modern Indonesia) untuk menunjukkan karya-karyanya, Soedjojono berkomentar penuh makna :” … Kamu ini lho… hidup dan tinggal di Bali… tapi kok tidak melukis obyek Bali.. seperti pelukis lainnya ,..misal tari Bali, Odalan dsb…”.
“Lho ..pak..ini saya juga melukis obyek Bali…lho. Tapi memang bukan dari sisi Realita Turisme Bali, melainkan dari sisi Realita Kehidupan Sehari-hari Rakyat Jelata Bali…!. “ jawab Herri yang disambut tawa Sudjojono :
”..Bagus..bagus..!..Sudah betul itu.. Kamu sudah kuasai tehnik realism, kamu sudah punya karakter dan jati diri . segera saja keluar dari sanggar. Sebab kalau terlalu lama di sana saya khawatir kamu nanti malah jadi seperti Dullah".., dan tinggal satu lagi : kamu harus berpihak..pesan saya : Berpihaklah pada Rakyat Kecil..!! disitulah sumber kekuatanmu..
”..Bagus..bagus..!..Sudah betul itu.. Kamu sudah kuasai tehnik realism, kamu sudah punya karakter dan jati diri . segera saja keluar dari sanggar. Sebab kalau terlalu lama di sana saya khawatir kamu nanti malah jadi seperti Dullah".., dan tinggal satu lagi : kamu harus berpihak..pesan saya : Berpihaklah pada Rakyat Kecil..!! disitulah sumber kekuatanmu..
V
PASCA SANGGAR PEJENG
Karena perbedaan prinsip yang tak bisa dipertemukan lagi, Herri
meninggalkan Dullah dan Sanggar Pejeng yang sedikit banyak ia ikut andil
membesarkannya. Sebelumnya beberapa kali bertemu S.Sudjojono, sekarang
menjadi lebih sering lagi.Herri banyak termotivasi untuk mengembangkan
Seni Lukisnyadengan visi dan misi yang jelas. Terus melukis thema
“sulit”, serius. dan berat. Herri yakin akan maju pesat meninggalkan
teman2 Pejeng jauh di belakang. Karena sesuai fakta tak ada yang mampu
melampaui tingkatan / tahapan yang telah dicapainya dalam Realisme… Tapi
apakah idealisme ini berjalan sesuai kenyataan di lapangan?
1-- Benturan Kenyataan Dan Pergolakan Batin
Sayangnya karya2 serius ini kurang mendapat perhatian. Kebanyakan
kolektor dan Galeri ( waktu itu ) cuma mencari lukisan “gampang”
ringan dan manis-manis saja, thema2 khas Dullah. Kalau toh ada yang
berminat, peng-“Harga”-annya tidak sepadan. Mosok karya “serius” yang
dibuat selama 1s/d 2 bulan diberi harga = Harga karya “Gampang” ( yang
semua orangpun bisa ), yang dibuat cuma dalam 9 s/d 14 hari. Baru dari
segi Waktu saja sudah tidak klop. Belum lagi nilai idenya, factor
kendala teknis yang jauh lebih tinggi, lebih sulit, dsb. Itulah
kenyataan riil di dunia lukis yang harus bisa Herri terima.
Dalam kondisi di bawah garis kemiskinan, masalah-masalah riil harus
diatasi dengan jual lukisan. Posisi tawar rendah, tak ada yang mem-back
up, tak mungkin bisa dipertahankan, lukisan menguap tak sempat terkumpul
untuk pameran. Lama-kelamaan lelah juga melukis yang berat-berat dan
serius , tak ada sirkulasi aliran dana , pilih melukis yang ‘gampang
dan biasa-biasa’ saja. Kerjanya lebih ringan, dalam waktu sama hasilnya
bisa 2 sampai 3 kali lipat …Bagaimana dengan idealisme Herri selama ini?
Nanti saja belakangan, kalau jurang kemiskinan ini sudah tertutup! Ya,
Herri harus belajar menerima kenyataan pahit ini.
Batin Herri seolah menangis, merasa tersia-sia. Ibaratnya, percuma
sekolah tinggi-tinggi, sampai mencapai S3, ternyata yang terpakai Cuma
ijazah SMP! Herri hanya bisa berdoa dan berharap semoga suatu saat ada
orang datang dengan pesanan yang spektakuler, semisal Rembrant dengan
“Nightwatch”nya, atau Raden Saleh dengan”Penangkapan Diponegoro” dsb.
Agar tak sia-sia ketinggian ilmu realismenya
Yah..setelah mengalami sendiri Herri jadi mengerti , kenapa Dullah,
Basuki Abdullah hanya utak-utik melukis dari itu ke itu saja, tak pernah
membuat karya spektakuler kolosal seperti master dunia, Rembrandt atau
Rubens misalnya ? Padahal secara tekhnis,..sangat yakin mereka mampu
2- Perkembangan Terakhir
Setelah melalui proses panjang, melukis dalam berbagai corak,
bereksperimen dengan berbagai media dan tekhnik, maka jawaban dari
segala masalah kreatif Herri muncul secara alamiah , walaupun belum
sesuai benar dengan harapannya. Beberapa tahun terakhir ini
kanvas-kanvas Herri menampilkan 3 macam karakter lukisan berbeda-beda
sekaligus, yaitu :
1. Realisme, Naturalisme, impresif, tema umum, artistic, ceria tanpa problem.
2. Realis
ekspresif penuh sabetan kuas spontan, untuk melepaskan diri dari
ketegangan dalam realisme yang ketat rambu-rambu teknis. Obyeknya
kebanyakan bergerak, misalnya tari-tarian dsb. Mix media
3. Realisme
social, berfungsi mengekspresikan pikiran dan perasaan Herri terhadap
masalah social yang berat sarat problem. Mix media, dominan arang. (
salah satunya pernah masuk Finalis PHILLIP MORRIS, diikutkan dalam
pameran “Stroke Of Genius” )
*Demikian secuil catatan, sekadar pendahuluan pembicaraan
yang (mungkin) lebih panjang lagi. Setidaknya sebagai perkenalan, Semoga
ini bisa menjadi pertimbangan lebih lanjut.*
HERRI SOEDJARWANTO
( ringkasan biodata )
( ringkasan biodata )
25 – 10 – 1958 , Lahir
: Jombang (Jawa Timur ).
Usia 2-3 bulan dibawa orang tuanya pindah dan bermukim di
kota Solo.
1962 – TK. Pusaka , Surakarta.
1963 - Masuk SDN 56 Bromantakan, Surakarta.
1969 - SD klas 6, Kwartal ke III pindah / merantau , ikut
pamannya ke Kalimantan.
-Pindah ke SD. Gotong Royong,
Guntung Payung, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
1969 - akhir tahun Lulus dari SD. Guntung Payung ,Banjarbaru.
1972 - Lulus SMPN Banjarbaru.
1974 - Juara I melukis tingkat SMA se Kalimantan Selatan. Lukisan
dikirim ke Jakarta.
1974 – 1975 --Satu-satunya pelajar yang sering mengikuti pameran lukisan keliling kota-kota
di Kal-Sel. bersama para pelukis senior
/ professional Kal-Sel.
01 – 12 – 1975 – Lulus SMAN Banjarbaru.
1976 – Pulang ke Solo, kerja kasar sebentar, sebelum
akhirnya mendapat kesempatan membuat komik
bekerja sama dengan Asmaraman S. Kho Ping Hoo sebagai penulis naskahnya.
(1976-77)
1976 - itu juga,
masuk sanggar HBS ( Himpunan Budaya Surakarta) , diasuh Sumitro Hendronoto (kakak dari Sapto Hudoyo )
1977 akhir - bergabung masuk Sanggar Pejeng , Bali, dibawah
asuhan Dullah.
1978 – Pameran bersama
di Istana Negara ( Gedung Agung ) Jogja.
1979 – Herri
dipilih oleh Dullah untuk menggarap lukisan besar kolosal “ Pak Harto sedang menyiapkan Gerilya…“.
1979 – Pameran 400 lukisan Realistik Sanggar Pejeng , di
Jakarta.
1979 - Herri resmi
diangkat sebagai Asisten Dullah dengan tugas
mengajar / membimbing tehnik melukis di studio dan di alam terbuka.
1980 – Lukisan
karya Herri : “ Pak Harto Menyiapkan
Gerilya di desa Patuk , untuk SU 1-Maret”
, dikoleksi dan dipajang di Istana
Negara RI, Jakarta.
1985 – Diundang Pameran
Seni Budaya Islam di Purna Budaya ( UGM
) Jogja.(Pameran bersama: Affandi, Widayat, Amri Yahya, Amang Rachman, AD
Pirous, Fajar Sidik, Ahmad Sadali, Hatta Hambali dan lain-lain).
1988 – Diundang
Pameran di ITB Bandung . “Pameran Pelukis Muda Indonesia 1988”
1999 –
Karyanya : “Tinggal Landas Tinggal Amblas” masuk finalis : “ INDONESIAN ART AWARDS
1999 “ yang diadakan Yayasan Seni Rupa Indonesia dengan sponsor
PHILIP MORRIS. Kemudian dipamerkan bersama
karya para Finalis Kompetisi Seni Lukis Tingkat Nasional ‘ 99 : dalam
pameran bertajuk “ A STROKE OF GENIUS “ sponsor PHILIP MORRIS.
2006 – Sebuah karyanya dimuat dalam buku “Treasures of Bali, a Guide to museum in Bali” terbitan Gateway Book
International (2006).
2009 – diundang
Museum di Bali, untuk turut pameran “The
Spirit of Balinese Art” bersama Srihadi Sudarsono, Nyoman Gunarsa,
Made Wianta, Made Jirna, Ida Bagus Indra, Nyoman Erawan dll, Pameran
berlangsung di InterContinental
Bali Resort, Jimbaran..
2010 - Herri diundang untuk mengajar di Fakultas Seni Rupa ISI Surakarta , Jurusan Seni Murni dengan status sebagai “Dosen Luar Biasa”.
2010 - Herri diundang untuk mengajar di Fakultas Seni Rupa ISI Surakarta , Jurusan Seni Murni dengan status sebagai “Dosen Luar Biasa”.
2010 - Pameran Seni Rupa "Ratu
Kidul dan Dunia Mitos Kita" di Balai
Soedjatmoko ( Bentara Budaya-nya Solo) (Pameran dikuti pelukis senior yang
cukup ternama seperti Djoko Pekik, Ivan Sagito, Nasirun, I Gusti Nengah Nurata,
Suatmadji dan lain-lain.)
2010 – Dipercaya menggarap lukisan ikon Jawa Timur untuk Gedung Negara Grahadi , Surabaya.
2011 – Pameran “Bali Inspires : Art Exhibition : Inspiration from
Bali to the World”. di Museum Rudana , Bali. 21-Mei- 21 Juni 2011-,
dalam rangka peluncuran buku ““
Bali Inspires, Masterpieces of
Indonesian Arts”
2011 - Sebuah karyanya dimuat dalam buku: “ Bali Inspires, Masterpieces of Indonesian
Arts” karya Jean Couteau (Perancis) – diluncurkan 21-Mei 2011, dan
diedarkan ke seluruh dunia.
Catatan Pameran: dari tahun 1976, sudah tak terhitung lagi pameran
di berbagai kota besar yang telah diikuti.
Karyanya dikoleksi antara lain : Istana
Negara, Museum Purna Bhakti Pertiwi, Jakarta.Graha Lukisan TMII, Jakarta.. Museum Dullah Solo, Museum Rudana, Bali..
Para tokoh, pejabat, kolektor dalam dan luar
negeri, Gallery, dll.
Update info terbaru tentang Herri : Awal tahun 2015, lukisan Herri Soedjarwanto "Pak Harto si Anak Desa", terpilih menjadi cover buku ilmiah internasional yang diterbitkan di Inggris. Buku : "Illiberal Democracy in Indonesia.." ditulis oleh Prof. David Bourchier dari Australia (UWA) .. diterbitkan oleh penerbit legendaris Routledge Inggris
BalasHapusRoutledge didirikan tahun 1836, adalah penerbit dunia untuk buku-buku akademik, yang menjadi sumber kajian ilmiah masalah sosial dan kemanusiaan. Routledge telah mempublish banyak pemikir-pemikir terbesar dunia dalam ratusan tahun terakhir ini, termasuk: Einstein, Russel, Jung, Sartre dan banyak lagi lainnya. Rupanya itulah yang membuat harga buku ini mahal ...sekitar Rp 2 jutaan ...
(baca selengkapnya di..) http://herri-solo.blogspot.co.id/2015/07/lukisan-herri-cover-buku-ilmiah.html
Tks ... salam kenal...